Setiap minggu selalu berganti topik, seperti SKS Sang Khalik membikin sesuatu hari-hari ini dimeja tempat kuliah, tempat istirahat, tempat bekerja ini ada banyak cerita-cerita yang terangkum, kemudian terbawa menuju sebuah pemikiran..
perbincangan-perbincangan tentang kata "andai"
andai saya...............
jika saya.............
tanpa mengurangi rasa bersyukur pada Tuhan bahwa segalanya hakikatnya memang akan kembali kepada Dia. tapi seakan-akan rasa andai itupun menjadi sebuah visi bagi mereka teman-teman saya, yang kebanyakan punya puluhan bahkan ratusan kata "andai"
gagasan demi gagasan meluncur bagai air bah kata, hal-hal yang remeh seperti andai bisa makan direstoran ini itu, atau andai saya bisa punya i-phone 6s. setiap keinginan yang seakan menjadi cita-cita, atau bahkan menuju sebuah harapan yang digenggam. berbagai hal tersebut bahkan ada yang bermuara pada hal-hal yang sangat krusial seperti keyakinan,
andai saya bisa memilih lahir di keluarga ini..............
andai saya lahir beragama ini...............maka .............
andai kejadian .......................tidak terjadi maka.............
andai kejadian .......................tidak terjadi maka.............
dst...
drama anak manusia yang mengikuti plot sang Dalang, lalu dimana kesadaran akan berhentinya ber-andai2 untuk menutupnya dengan ucapan syukur...
menrutku mungkin pada sebuah penerimaan, atau legowo dalam bahasa jawa
menerima diri, hingga mereka kembali sadar untuk tidak terlalu lelap dalam arus bayang-bayang itu.. sekalipun bersyukur takkan semudah tutur..
Cemburu yang kerap datang menghantui, tapi segalanya sudah diijinkan Khalik untuk terjadi, bahkan kita tidak sedikitpun bisa mengambil alih kekuasaan itu, segalanya seperti harus berlalu begitu saja...
terkadang dalam sepiku, aku bertanya pada diriku sendiri...adakah faktor lain yang mungkin akan mengubahnya?
Kesetaraan Kesempatan mungkin jawabnya, manusia berkompetisi sehat menurut apa yang menjadi passionnya, hidup sejujur-jujurnya, sayangnya dunia tak begitu..
akan ada batas-batas yang ditabrakkan pada kenyataan, oh ternyata lain dari harapan....
akan ada batas-batas yang ditabrakkan pada kenyataan, oh ternyata lain dari harapan....
yang memaksa kita untuk legowo lagi..
lalu aku berjalan menuju dimensi yang lebih dalam, ternyata ada kesetaraan kesempatan itu, kesempatan untuk memaknai diri, hakikat sangat jauh dari apa yang dipandang mata manusia 'umumnya' bagi beberapa orang konsep memaknai diri memang seakan tidak berguna, karena memang kesadaran ini untuk memantapkan batin, tapi justru dari inilah ketenangan dimulai, keiklasan berkembang..
seperti tembang Pocung, Ngelmu iku kalakone kanthi laku... ya, karena berilmu itu tidak bisa diam saja, perlu berfikir, perlu menganalisis untuk menemukan sesuatu, disadari tidak disadari hidup kita akhirnya juga merupakan sebuah laku tersendiri, mempelajari setiap detik hidup yang selalu berbeda, dengan hal-hal yang berbeda, menemukan cakrawala dan cahaya2 baru dalam setiap sendinya...lalu kita takjub, mulut terkatub dan terdiam... sebegitu jauhnya pemikiran manusia jika dikembangkan..
dan kesempatan untuk menggali siapa diri, itulah yang akhirnya sama dan setara bagi setiap orang meskipun hasilnya akan berbeda karena perbedaan sudut pandang dan pengalaman tiap orang yang tentunya berbeda...
Indra Agusta,
10 Sept, 2015.
No comments:
Post a Comment