image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Thursday, August 27, 2015

Siapakah Kita?

Malam-malam absurd,
berbagai dialektika-dialektika berbisik..
dari sela-sela nadamu, langkahku muram...
bilamana semua hanyalah retorika semu, lalu adakah yang Sang Kalbu bersemayam,

membebaskan diri, dari kabut-kabut pinus yang terhalang,
akankah terhempas, terpuruk oleh nuansa ilalang..

gonjang-ganjing bumi manusia, bahkan menjelma sepucuk nuansa rupa.
Lalu dimana sebenarnya diri ini bersemayam?
siapakah yang akan membangkitkan muram?

Rengkuh aku, di gemerlap nadi-nadi dan sendi dunia perwayangan..
melangkahlah, meledaklah, lalu tertidur...menjelma sebentar lalu ber-tiwikrama....

pokal-pokal jalma, menemukan dimensi, menembus ilmu,
menjadi guru, yang kadang merajuk,,..

jejak demi jejak terjejal, Siapa kita? siapa sebenarnya kita? tak pernahkah kau menyepi sejenak, untuk kembali bertanya..pada nurani, pada Sang Khalik...
Savana begitu luas membentang,

akan menjadi macankah kita? buas, gagah, menyeringai, pembunuh..
yang harus selalu membunuh ketika ingin makan?
yang harus selalu mematikan harkat orang lain demi kesuksesan kita? demi keutuhan perut dan keluarga kita?
lalu kita lupa kita menjadi tua, gigi-gigi mulai tanggal, bahkan untuk mengoyak daging angsapun kita tak mampu, lalu kita tua dan mati.

atau ingin menjadi burungkah kita? sombong, merasa paling merdu,
yang selalu ingin mengejar reputasi dunia, 
ingin selalu terlihat diatas, ingin selalu dipuji, ingin selalu benar,
ingin selalu bernyanyi merdu, tanpa tau bumi berkata apa..
akankah kita burung, yang tak pernah maudirendahkan orang lain?
paceklikpun tiba kita lupa, kita bukan macan sang pemburu..
daunpun sirna, bijipun hilang.. paruhmu layu, kelu, terjatuh oleh kesombonganmu sendiri,
tertarik oleh tinggi hati gravitasi, dan mati...

Angin berhempas, titik demi titik embun mulai menggugurkan bulirnya....
lalu kita berbisik pada dedauan, atau pada langit, atau pada bumi pertiwi..
yang tak selalu diam, dan selalu menurut...
atau apakah kita demikian, menerima segala macam hal..
mengikuti segala hal...tak punya banyak pilihan, 
ada karena memang seharusnya ada...

atau bahkan kita mulai menjadi Tuhan,
mulai semena-mena,
mulai mengklaim kebenaran,
mulai meng-kafirkan segala sesuatu yang bukan jalanmu..
mulai menarik2 surga, atau bahkan menjualnya dengan dalih ibadah supaya mendapat surga..
menutup jalan bagi mereka yang ingin berbaikan denganmu, menemukan kembali jalan-jalan yang telah hilang..
terbatas pandangmu, sependek jengkal keterbatasanmu, sesempit alur pikiranmu...
Namun aku kira Tuhan tak begitu,

buku lalu ditutup akan kesadaran bahwa kita adalah manusia...
manusia yang sekarang hilang oleh keserakahan..
manusia yang sekarang hilang oleh berlimpahkan kekayaan..
manusia yang sekarang hilang oleh Surga yang dipegangnya..
manusia yang sekarang hilang oleh klaim kebenaranya...
manusia yang sekarang hilang oleh angkuh dan kesombongannya..
manusia yang sekarang hilang oleh ambisi dan cita-citanya..
manusia yang sekarang hilang oleh standar kepantasan dunianya...
manusia yang sekarang hilang oleh ruwetnya permasalahan hidup...
manusia yang sekarang hilang oleh cengkraman dogma..
manusia yang sekarang hilang ya hilang...
terbuai gestur yang memaksa berhenti menemukan alur kesadaran...
alur kesadarannya sebagai manusia..

Lalu bumi dan langit hilang dalam sekejap mata....
sekejap kita dihisap....

dan membuka mata, Langit baru, Tatanan baru
kita yang tak pernah mati namun abadi,
kita yang hanya berpindah dimensi, menuju kekekalan...
menuju Dzat yang tiada bernama...


No comments:

Post a Comment