image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Wednesday, September 30, 2015

Relatif : Rames : ti

Dari sebuah kegelisahan, dari malam-malam yang sepi. Trototar - trotoar jalan  yang mulai lusuh, embun mulai turun, Pasar Bunder yang sebentar terlelap, mulai bergeliat.
Angin-angin candu diburu sang waktu. Apa yang diharapkan dari cahaya yang berpendar ketika katup2 mata mulai terlihat jenuh untuk melihat.

Kita bicara bisu, palsu.
Hati yang kalut, hidup yang remuk, hingga berujung sendiri, sepi. jalma mendekap manusia berucap.

menyusuri lorong-lorong sepi, dari sudut kota kecil. Mampir sejenak, disebuah warung kecil yang menjajakan sambel tumpang, bergayung sambut dengan segelas teh hangat. 
Begitu riuh pagi ini, pagi yang mengantarkan kita pada hembusan roda-roda manusia.

Menikmatinya, membuainya, ah....fajar mulai bergegas.
masih terngiang jawaban ringan simbok penjual tumpang tadi,
"Sedinten ngoten angsal pinten mbok, saking dodolan tumpang?"
" Rames mas, Ramesti " dibarengi senyum sederhananya..
"Nggih jenenge dodolan mas, sok nggih rame sok nggih sepi, Ramesti, "

Ramesti, atau belum tentu dalam bahasa Indonesia mengacu pada pergulatan panjang diri. sampai berpikir bahwa mana ada didunia yang pasti? iya segalanya relatif....segalanya..

Apa yang kelihatan buruk belum tentu buruk, Apa yang kelihatan baikpun belum tentu baik.
semakin susah mengenali kejujuran dari setiap dimensi, karena memang kejujuran hanya ada pada dirinya sendiri, apa yang keluar pun tak selalu seperti itu, karena memang jujur pada diri sendiri itu perlu, tapi  jika keluar memang butuh empan papan kata orang Jawa.

Ya, memang segalanya relatif,
mereka yang terlihat baik didepan kita, bisa membicarakan kita dibelakang.
mereka yang hari ini sangat kita cintai, mungkin besok hari menjadi yang sangat kita benci,
mereka yang keliatan sok agamis belum tentu aslinya juga agamis.
ini mungkin yang bagi orang jawa disebut waspada,
ya karena akhirnya kita menjadi sejujurnya kita ya hanya ketika kita sendiri....
orang tua yang kadang menjadi acuan saya untuk berkela dikehidupan kelakpun, belum tentu mreka yang sangat menerima lapang dada semua golonganpun, ketika mereka memilih menantu pun pilih2... ya segalanya memang relatif.

Bahkan untuk yang sangat pasti seperti kematian saja relatif, ada banyak orang bilang mati itu akhir kehidupan, tapi apakah begitu, banyak keyakinan yang berkata bahwa mati itu untuk menuju kehidupan selanjutnya.

Ada yang bilang orang kaya itu ketika mereka memiliki, 
Ada pula mereka yang memberilah yang kaya, 

manusia kemudian hanya berusaha, dan berjuang berfikir apa yang terbaik yang bisa dilakoninya.

sementara kepastian hanya milik Tuhan.

dan Manusia hanya ditipu oleh kepastian2 semu, kita yang setiap hari diiming-imingi tivi, didoktrin oleh budaya, dipaksa oleh agama, tapi lupa Tuhan memberikan kesempatan untuk melapangkan fikiran......

segala nya kemudian berjalan semakin jauh menuju semu, 
kesmuan yang dicita-citakan, kepalsuan yang diagung-agungkan...
memuja segala sesuatu yang terlihat, menafikan sanubari.

Sing penting sugih ta?
Sing penting isa mbangun omah apik ta?
Sing pentng duwe keluarga sing terpandang ta?
Sing penting duwe gelar ta?
terseret kita, dalam arus yang tak terbendung....

pola-pola yang cukup disentilkan sang iblis, yang akhirnya kita elaborasi...
menyenggol ketidakpuasan manusia, yang dititah Tuhan untuk tak pernah puas dalam berkreasi berpikir...lalu kitapun tergoda, untuk tak pernah puas bersinergi dengan segala sesuatu yang kelihatan....atau tak pernah puas mencari Sorga, lalu lupa bahwa sebenarnya Tuhanlah tujuan, dan Sorga sebagai bonus...

begitu indahnya alur2 kehidupan manusia, dan beragam, beraneka macam...
tak ada yang pasti dibawah langit, mereka yang bilang jujur akan selalu ada misi dibelakangnya.. entah baik atau buruk, entah untuk kepentingan bersama atau golongan, atau entah untuk diri sendiri...

lalu kita semakin hilang dalam kepalsuan, atau malah bertemu nyawiji sama Tuhan...
dan segala sesuatu yang diperbuat adalah perwujudan nyawiji dengan Tuhan, dalam tataran yang lebih tinggi.

 
 
 

No comments:

Post a Comment