Dingin yang kembali menyeruak, membalut bisu penaku
Lirih untaian sabda giri, mewarnai hijaunya lembah di pepatku..
akan kah beku,
Rembulan nan menawan malu-malu sinarnya berbisik diantara kelam,
Aku yang rindu pun, tak tau
bilamana mengecap surga hanya milik-Mu..
titik demi titik embun turun, membalutku dalam untaian gelisah tak beperih..
akankah hilang raguku, untuk bergegas menujumu..?
ufuk timur membingkai langit dengan pesonanya, sementara rembulan tak berlalu..
obrolan-obrolan berlalu, pijar pagi kemudian menari..
bergegasku,........
melangkahku,...........
pergi hingga bumi terbuai sang kala,
bunga-bunga tidur berserakan dan menjelma menjadi manusia..
mengalir mereka di arus suci tak bermuara..
hujan pun menanti tak pasti, menutupnya di beberapa lembaran tirai langit,
ataukah kita bertanya pada semesta yang tak bergantung...
pada riak-riak yang tak lagi mau berbuih,
kita membuai diri, dalam lamunan...
merengkuh jejak-jejak langkah yang sempat tertinggal...
mengukir hari, menempuh waktu..
Sepi,............
lalu pelan berjejak di jalan pulang,
semakin membiru digelisah disyahdu malam datang...
semakin membiru digelisah disyahdu malam datang...
Untuk sebuah retorika,
di rembulan yang berbalut senja cerah,
di semburat pagi, namun rembulan masih menanti..
di hujan yang sendu, namun mendungMu menemaniku..
lalu ditepian malam, dan petualang bergegas pulang..
di jalan yang masih samar terbentang....
----------Candi Cetho, 15 Maret 2015--------
Indra Agusta
No comments:
Post a Comment