Materialisme Harga Mati
Injil mencatat sebuah nas :
"Akar segala kejahatan adalah mencintai Uang"
Kita tahu Zaman Now memang membutuhkan uang, namun keputusan untuk terlalu mencintai dan memberhalakan uang adalah perilaku yang sangat lain.
Dalam perkembangannya belasan tahun mengamati perilaku jalma.
Adalah manusia yang tak pernah berhenti mengejar kekayaan namun kekayaan tak mendekatinya. Tak puasnya manusia, seringkali ukuran 'cukup' pun bermakna relatif, asal yang penting cukup, namun justru standar kecukupan itu menjadi bias karena berbanding lurus dengan diperluasnya kebutuhan.
Akhirnya memang tidak ada yang berubah sama sekali, tidak ada kekayaan yang ditimbun, lalu hutang menjalar bagai umbi-umbi di ladang.
Dan keputusan selanjutnya adalah kegamangan, kehilangan diri, asal dapat uang pasti senang dan menyalahkan apapun yang tidak terkait dengan uang, kesehatan tubuh misalnya.
Manusia modern bukan petani yang menanam pohon pisang atau trembesi guna peneduh disela-sela sawah. Mereka menempatkan pepatah "sedia payung sebelum hujan" di pojokan emperan rumah pemikirannya.
Kecenderungannya lebih kepada jika sakit pergi ke dokter dan beli obat, jauh lebih laris daripada bagaimana menjaga badan agar terhindar dari segala penyakit. Asal nabrak dulu tiang listrik, urusan bisa diatur belakangan.
Sementara dibelahan lain bahkan untuk membeli obatpun tak mampu. Seperti anak kost yang menahan lapar dengan minum obat maag. Keadaan kronis ini menyampaikan makna, bahwa ketidakadilan itu memang nyata. Melawannya atau membiarkannya semacam balsem yang dioles, masuk anginnya reda sebentar lalu besok masuk angin lagi.
Lalu mencintai uang berubah bentuk dalam berbagai pemujaan perilaku, pemujaan syahwat, pemujaan almamater, pemujaan gelar, pemujaan pangkat, dan segala yang mampu dibeli dengan uang.
Dan ingatlah ada jeda memantik sinar diri, dan menggerogoti diri dari dalam.
Akankah sinarnya tinggal sebentar?
Dan bilamana jalma berjalan ketika hari gelap?
Membasuh air dipematang sawah, namun Air terlanjur keruh.
Sragen, 24 Februari 2018
Indra Agusta
No comments:
Post a Comment