Pengembara Sunyi
Oleh : Indra Agusta
Cukup kuat penari-penari itu berjogetan berebutan tampil dipanggung sepi.
berderak-derak berserak-serak gemerincing kakinya di pasir-pasir yang menawan.
di bawah pohon kurma itu aku terhenti, melihat di kejauhan tanah suci yang kian muram.
atau rintih nada-nada pilu imam-imam sinagog memuji nama-Nya.
Lalu dari sudut kesepian itu, kudengar jejak-jejak kakimu,
langkah-langkah yang kian menjauh dari keramaian,
Gema denguhan ontamu samar-samar masih ku ingat, sementara malam kian terlelap.
Diantara api itu, terselip namamu dari kerinduanku yang meledak, ah ini mungkin ilusi semata. Kataku,
Langit pagi mulai terlihat, kata-kataku yang terbuang malam tadi menyisakan seonggokan kecil debu. Debu pejalan yang merekam jejak-jejak sunyi, tentu juga jalan-jalan yang sunyi, yang jauh dari keramaian, dan standar egoisme manusia.
Manusia semakin tandus, melebihi pohon-pohon zaitun di bukit Sinai. darah-darah semakin banyak tercurah demi esensi kemunafikan dan kejenuhan akan standar hidup yang terus berjalan. enggan.
Berebut mereka mencari oase, berebut mereka akan sejumput kotoran onta yang mereka sangka bisa menjadi roti, namun hanya fatamorgana dan kesemuan belaka. Peredaran peradaban dibisukan, ditulikan bahkan dibutakan oleh berbagai macam fatamorgana, sementara mereka berburu meramunya, memujanya, menggapainya atau menyembahNya melebihi Sang Khalik.
di Puncak Bukit itu sayup-sayup bisik terdengar..
Shallom Aleichem pejalan sunyi..
Assalamu'alaikum pengembara sepi...
Lalu subuh terdengar,
Terang......................
Tenang...............................
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments:
Post a Comment