Saling mencintai dan menyayangi lalu hati berdebar.
Katamata,
Diammu dan diamku adalah ungkapan paling puitis tentang rahsa
Katamata,
Mencuri pandangmu adalah sebuah laku, mencuri pandangku adalah sebuah laju,
Katamata,
Seperti dekap, hati kita semakin pepat, kerlingan dan kedipan menjadi rindu buta
Katamata,
Kasih adalah palung sedalam-dalamnya,
Kasih adalah lautan seluas-luasnya,
Katamata,
Dalam dingin malam, dalam singup rembulan, dalam sunyi sepi, dalam ruang terang
Katamata,
Aku mencintaimu, dan Kau mencintaiku
Aku mengasihimu dan Kau mengasihiku
Katamata,
Katamata,
Katamata,
Rahsa tercipta dari Tuhan, dan janma menyimpan, pada letih dan sedih, mengapa rahsa tumbuh, sementara janma tak bisa jumbuh
Katamata,
Bila aku tiada, akankah kau meniada?
Bila aku pergi, akankah kau kesini?
Diruang sepi, tempatku merindu tiada henti..
Katamata,
Berat sekali cinta janma tercipta, hanya untuk bila..
Lantas, kemana lagi rupa jika langit penuh lara..
Katamata,
Langit menjadi beku, dingin menghampiri,
Tapi tak kurelakan engkau pergi,
Katamata,
Arep golek apa, arep nggayuh apa, arep nemoni apa, arep entuk apa, arep ketemu apa
Katamata,
Jika rasaku salah, kenapa Kau titipkan rahsa sebesar ini?
Jika hidupku cacat, kenapa Kau beri kesempatan melanjutkan?
Kemana lagi pundakku akan bersandar?
Kemana lagi pelukku akan menemui dekap?
Kemana lagi tangis akan bercucuran hebat?
Kemana lagi kucari harap?
Kemana lagi ku dendangkan nada Iman?
Kemana lagi manusia jika, hanya jika, kehilangan tresna dalam hidupnya?
Kemana lagi,
Kemana lagi Katamata?
Kemana lagi,
Aku,
Aku hancur sehancur-hancurnya,
Aku tiada, aku meniada, aku tiada
Katamata,.. Oh, katamata..
Makam emak menampung banjir air mata.
Jemuah Legi, 1 Besar, 1953 Wawu
No comments:
Post a Comment