Oleh : Indra Agusta
Beberapa waktu yang lalu adalah masa-masa yang lumayan sulit buat saya, adanya kebutuhan-kebutuhan finansial mendadak yang harus diatasi mau tidak mau ini soal uang. Baiklah tak apalah jika sebagai pembuka saya akan bercerita sedikit tentang uang.
Pasang surut finansial tentu melingkari semua orang, termasuk saya. Kemarin ada sebuah peristiwa yang mau tidak mau menguras kantong kecil saya, ya kantong kecil karena memang tidak bernilai besar dibanding penghasilan teman-teman saya. Problematika didalam keluarga dan ke-aku-an manusialah yang akhirnya menjerumuskan manusia pada kehancurannya sendiri, minim respect, maunya untung dan tentunya sedikit-sedikitnya berkorban, citra manusia modern.
Pasang surut finansial tentu melingkari semua orang, termasuk saya. Kemarin ada sebuah peristiwa yang mau tidak mau menguras kantong kecil saya, ya kantong kecil karena memang tidak bernilai besar dibanding penghasilan teman-teman saya. Problematika didalam keluarga dan ke-aku-an manusialah yang akhirnya menjerumuskan manusia pada kehancurannya sendiri, minim respect, maunya untung dan tentunya sedikit-sedikitnya berkorban, citra manusia modern.
Lalu ada kebutuhan keluarga yang tak terelakkan, kantong saya terkuras habis. Dan dititik inilah saya akhirnya menjual gadget kesayangan saya dengan harga yang lumayan sangat murah, ya mau bagaimana lagi karena kondisi keuangan juga tidak menentu kantong terkuras habis, beberapa hutang dari kawanpun akhirnya tak cukup dan berujung dengan dijualnya barang tersebut. Ini tentu bukan keteledoran saya, saya cukup tau diri untuk menghitung-hitung finansial, ini murni untuk keluarga yang sangat saya cintai.
Setelah terjual selama 1 bulan lebih saya tidak memakai smartphone apapun, bahkan hp jadul yang hanya bisa untuk telp dan sms pun mulai memasuki masa tenggang. Menunggu gajian datang.
Gajian datang hutang kawan terbayar, dan masih ada beberapa sisa, kepentingan keluarga yang mendadak tersebut dapat diselesaikan masih menyisakan beberapa gelintir rupiah. Sebenarnya cukup untuk membeli smartphone yang tidak jelas standarnya, namun saya akhirnya memilih untuk menunggu sebulan lagi untuk membeli smartphone lagi.
Gajian datang hutang kawan terbayar, dan masih ada beberapa sisa, kepentingan keluarga yang mendadak tersebut dapat diselesaikan masih menyisakan beberapa gelintir rupiah. Sebenarnya cukup untuk membeli smartphone yang tidak jelas standarnya, namun saya akhirnya memilih untuk menunggu sebulan lagi untuk membeli smartphone lagi.
Dan disinilah kisah ini akan bermula, ada kawan saya yang biasa duduk nyakruk ngobrol dengan saya menyela pembicaraan "la hapemu kok dol? kan sih sisa duite wingi kok ra kok tukokne hp elek2an wae penting isa dinggo?"
Aku : "Hape elek2an ki sing kepiye?"
Kawan : Ya sak anane wae sing penting isa dinggo sik,
Aku : "Sak anane ki sing kepiye?
Kawan : "Mbuh ah kowe ki kakean takon kayak wartawan" begitu kelakarnya.
Lalu kelakar berlanjut membahas tentang jodoh, seperti apa yang pemuda seumuran saya bincangkan, Jodoh menjadi salah satu masalah serius.
Kon, yen pingin jodho sing kepriye?
Sing Penting Muslim, Mas.
Loh, iku uakeh iku cewe-cewe nggo jilbab ayu-ayu, lan mesti wes muslim.
Yo, ora ngunu mas,
La karepmu piye, jare sg penting muslim.
..........
Aku : "Hape elek2an ki sing kepiye?"
Kawan : Ya sak anane wae sing penting isa dinggo sik,
Aku : "Sak anane ki sing kepiye?
Kawan : "Mbuh ah kowe ki kakean takon kayak wartawan" begitu kelakarnya.
Lalu kelakar berlanjut membahas tentang jodoh, seperti apa yang pemuda seumuran saya bincangkan, Jodoh menjadi salah satu masalah serius.
Kon, yen pingin jodho sing kepriye?
Sing Penting Muslim, Mas.
Loh, iku uakeh iku cewe-cewe nggo jilbab ayu-ayu, lan mesti wes muslim.
Yo, ora ngunu mas,
La karepmu piye, jare sg penting muslim.
..........
TIDAK BANYAK YANG TAU APA YANG MEREKA INGINKAN
Demikian obrolan tersebut berlalu dan menyisakan pemikiran untuk saya tuliskan. Tak banyak orang yang sebenarnya tau akan apa yang diinginnya.
Obrolan diatas, atau tentang kejadian sederhana ada anak kecil yang terus menghabiskan semua uang sakunya setiap hari, tapi ada yang menyisihkan uangnya karena dia ingin boneka barbie, atau wayang. Namun jika dilihat lebih luas lagi banyak orang, bahkan orang-orang tua pun juga tidak tau detil apa yang benar-benar menjadi keinginannya.
Misalnya sekarang didesa saya lagi marak beberapa orang mendapat ganti rugi yang sangat besar atas proyek Jalan Tol pemerintah. Disitupun ada juga orang-orang yang setiap harinya nyawah namun membeli mobil hanya sekedar untuk dipajang di halaman rumah barunya, karena memang dia kerja disawah, bukankah lebih efektif jika dibelikan mobil pick - up yang nanti akan membantunya dalam bidang pertanian. tapi suka-suka mereka, pointnya sebenarnya tidak banyak yang benar-benar tau atau menyelidiki lebih dalam rasa "pingin" itu.
Obrolan diatas, atau tentang kejadian sederhana ada anak kecil yang terus menghabiskan semua uang sakunya setiap hari, tapi ada yang menyisihkan uangnya karena dia ingin boneka barbie, atau wayang. Namun jika dilihat lebih luas lagi banyak orang, bahkan orang-orang tua pun juga tidak tau detil apa yang benar-benar menjadi keinginannya.
Misalnya sekarang didesa saya lagi marak beberapa orang mendapat ganti rugi yang sangat besar atas proyek Jalan Tol pemerintah. Disitupun ada juga orang-orang yang setiap harinya nyawah namun membeli mobil hanya sekedar untuk dipajang di halaman rumah barunya, karena memang dia kerja disawah, bukankah lebih efektif jika dibelikan mobil pick - up yang nanti akan membantunya dalam bidang pertanian. tapi suka-suka mereka, pointnya sebenarnya tidak banyak yang benar-benar tau atau menyelidiki lebih dalam rasa "pingin" itu.
DETAIL
Tau apa yang diinginkan, akan terus berlanjut dengan seberapa detail hal yang diinginkan. Inipun sangat beragam tingkatnya.
Detail, seringkali ini jarang dituliskan atau dicatat dalam proses pemikiran. Kurang fokus akhirnya malah tidak ada yang terjadi sama sekali semua yang menjadi "keinginan-keinginan" dangkalnya.
Dalam kasus smartphone diatas saya sendiri tau detail apa yang saya cari untuk kebutuhan saya misal Merk harus jelas, level SAR, chipset, RAM, kerapatan ppi, gps, camera dan semua standar yang saya ingini saya tau detail apa yang saya inginkan.
Atau jika calon jodoh kita mungkin bisa mulai dari keyakinan, pola pikir, perilaku, hobi, hingga apa yang lazim dicari orang tua sekarang Kaya, punya jabatan, mapan, PNS dll.
Tapi harus ingat ada setiap harga dari semua standar yang kamu inginkan, mungkin kalo di smartphone uang, tapi ada banyak hal yang harus kamu bayar tidak dengan uang jika ingin menetapkan standar-standar nilai didalam pola-pola hidup manusia.
Misalnya kamu ingin ngobrol / wawancara dengan sejarawan, kamu harus merelakan diri dan waktu untuk belajar sejarah minimal sejauh topik yang akan kamu bicarakan. Disinilah letak dari wawasan seseorang, dan kenapa Tuhan menciptakan pikiran supaya manusia bisa mengolah banyak hal sebagai bahan pertimbangan atas kelangsungan hidup mereka, keputusan dan tindakan yang diambil beserta semua resikonya.
Ironisnya tidak banyak yang mau menggali informasi, dan pengetahuan yang melimpah ruah di alam semesta, apalagi didunia serba digital seperti sekarang. Sangat-sangat ironis.
Dalam kasus smartphone diatas saya sendiri tau detail apa yang saya cari untuk kebutuhan saya misal Merk harus jelas, level SAR, chipset, RAM, kerapatan ppi, gps, camera dan semua standar yang saya ingini saya tau detail apa yang saya inginkan.
Atau jika calon jodoh kita mungkin bisa mulai dari keyakinan, pola pikir, perilaku, hobi, hingga apa yang lazim dicari orang tua sekarang Kaya, punya jabatan, mapan, PNS dll.
Tapi harus ingat ada setiap harga dari semua standar yang kamu inginkan, mungkin kalo di smartphone uang, tapi ada banyak hal yang harus kamu bayar tidak dengan uang jika ingin menetapkan standar-standar nilai didalam pola-pola hidup manusia.
Misalnya kamu ingin ngobrol / wawancara dengan sejarawan, kamu harus merelakan diri dan waktu untuk belajar sejarah minimal sejauh topik yang akan kamu bicarakan. Disinilah letak dari wawasan seseorang, dan kenapa Tuhan menciptakan pikiran supaya manusia bisa mengolah banyak hal sebagai bahan pertimbangan atas kelangsungan hidup mereka, keputusan dan tindakan yang diambil beserta semua resikonya.
Ironisnya tidak banyak yang mau menggali informasi, dan pengetahuan yang melimpah ruah di alam semesta, apalagi didunia serba digital seperti sekarang. Sangat-sangat ironis.
BERBICARA, BERBAHASA DAN BERTANYA
Bagaimana tidak, banyak orang dijaman sekarang cenderung pasif, tidak komunikatif dengan alasan mereka tidak punya bahan untuk berbicara dengan seseorang, mereka tidak tau menentukan posisi diri dalam sebuah forum, obrolan atau apa saja sangat-sangat kurang bisa berbahasa, apalagi kemampuan bertanya sudah semakin merosot. Bukan tidak mungkin karena pendidikan kita yang sudah bertahun-tahun masih mengajarkan siswa untuk menjadi pendengar, atau kita terbatas pada teori-teori yang sudah dicetuskan tanpa kita diberi kesempatan untuk mengemukakan teori kita sendiri.
Lalu kembali keatas tadi bagaimana mau tau detail jika mencari informasi tidak mau?
Bagaimana mau detail jika mengobrol saja tidak bisa?
Bagaimana mau detail jika bertanya, dan berwawasan saja tidak, dan kita terus dibodohi untuk selalu menjadi sampah tukang copy - paste di Media sosial tanpa berani memberikan aspirasi lewat tulisan, karya atau yang lain.
Terseret - seret dari bangsa yang bermartabat menjadi bangsa yang kehilangan kepercayaan diri.
Bagaimana mau detail jika mengobrol saja tidak bisa?
Bagaimana mau detail jika bertanya, dan berwawasan saja tidak, dan kita terus dibodohi untuk selalu menjadi sampah tukang copy - paste di Media sosial tanpa berani memberikan aspirasi lewat tulisan, karya atau yang lain.
Terseret - seret dari bangsa yang bermartabat menjadi bangsa yang kehilangan kepercayaan diri.
Bukankah Yesus atau Nabi Isa pernah mengajar untuk berdoa kepada Tuhan, Allah :
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu;
Carilah, maka kamu akan mendapat;
Ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
atau di Al-Quran dalam sebuah nas tertulis
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."
Namun saya akan kembali bertanya kepada kalian,atau di Al-Quran dalam sebuah nas tertulis
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu."
Apa yang sebenar-benarnya kalian minta dengan detailnya,?
Apa yang sebenarnya kalian cari dalam hidup, dalam proses pendidikan, di rumah ibadat, komunitas atau dimanapun, apa yang kalian cari? Detailnya?
Atau pintu mana, yang seperti apa, yang didalamnya kira-kira berisi apa, pintu rumah siapa?
bukankah terdapat jutaan pintu diseluruh dunia jika kita bicara secara material, atau pintu pengajaran siapa yang kalian ingin anut dll?
Selamat berpikir.
Kleco Wetan, 1 Juli 2016
Salam.
Temanmu.
Cocok. Sangat cocok. Sekitar enam tahun yang lalu saya pun berkumpul dengan teman2 lama. Lama kenalnya, dan lama tak jumpanya. HP saya saat itu adalah hp super jadul yang saya cintai karena tahan banting dan gak mauan. Sama sekali bukan smart phone, tetapi saya tak peduli, karena saya tak merasa butuh smart phone. HP saya cukup bisa menelepon dan menerima dan mengirim SMS. Simpel dan terpenuhi oleh HP jadul saya. Saya tidak berdomisili di Indonesia, domisili tempat tinggal saya tak pernah mempedulikan apakah hp yg saya pakai itu model apa. Tak pernah ada yang tahu nomor model hp terbaru, karena obrolan seperti itu tak cukup penting untuk dijadikan obrolan sehari-hari. Nah sepanjang obrolan saya dan teman-teman lama itu, hp jadul saya plek lengkap sebagai predikat penderita. Hp jadul saya klop menjadi penghujung olok-olokan di sore itu. Saya ikut tertawa, karena ada yang lebih lucu lagi menggaung di kepala saya. Apa yang lebih lucu itu? Buat saya lucu sekali bahwa teman-teman saya itu merasa punya hak untuk berkomentar apakah hp saya itu baru atau lama. Wong saya gak pernah minta belikan hp kok, ya tokh? Saya gak pernah memberatkan mereka untuk biaya abodemen (ejaan?) atau kalau hp saya rusak. Sungguh, di tengah renungan saya kembali ke satu titik. Kita kerap terlalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang sama sekali tak bersangkutan dengan diri kita. Padahal waktu tetap berjalan, pasir tetap tak tergenggam. Selalu.
ReplyDelete