image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Sunday, June 7, 2020

Nangis 'ngguguk' di makam ibuk

Pernah enggak sih kamu sudah mengusahakan banyak hal, mempertimbangkan banyak hal, banyak keputusan, mengkalkulasi beragam kemungkinan, mendesak ribuan kemungkinan beserta resikonya, tetiba justru orang-orang terdekat itulah yang tidak mengerti sama sekali. Mereka yang benar-benar kamu bela justru berbalik seolah tak menjumpai apa-apa.

Akankah selesai?

Seberapa jauh langkah yang ditempuh hanya berujung diam, pada akhirnya memang mengecewakan berharap kepada manusia, dan yang tau dirimu sendiri adalah dirimu sendiri, tanpa mempertimbangkan orang lain diluar lingkar dekat, yang justru malah menekan untuk ikut menyalahkan.

Dan setelah laripun, tidur dimanapun rasanya hambar, tidur dihotel manapun terasa capeknya, niat mengunci ingatan juga harus berbayar mahal dengan cacian dan paradigma “lepas dari tanggung jawab rumah”. Berusaha menghibur diri dengan beragam metode yang terjadi hanya kebosanan dan kengerian akan sebuah penat.

Idealitas kabur, tanpa membawa beragam analisis akan beragam masalah. Semua menudingku tidak melakukan sesuatu, membungkam semua mulut yang hanya berisi ruang-ruang material dan ambisi. 
Lalu mengembalikannya untuk melupakan masa lalu dan menghadapi beragam konflik hari ini, 

Memang mudah melupakan?

Bahkan semua konflik yang terjadi hari ini, setiap hari, adalah rentetan perpanjangan dari segala kondisi dimasa lalu. Semuanya. Bagaimana caranya melepas rantainya dengan masalalu, bukankah sebuah kemustahilan. Menyeret beragam kondisi kepada kestabilan, sebelum meninggalkannya dengan baik, dengan tebusan kehilangan diri, menceburkan diri ke dalam ketiadaan itu sendiri. Bukankah ini yang terbaik, tidak ada yang rugi, semua menang, semua mengambil keuntungan dari apa yang telah dikorbankan.

Pagi-pagi terasa kaku oleh gejolak batin, dengan malas menghadapi rutinitas yang mencekat, yang terus menerus mengeringkan, tanpa tahu kapan akan berakhir. Sementara semua orang menetapkan target, semua juga terus ingin mengambil keuntungan dari beragam situasi.

Semua teman-teman baik, semua memberi ruang tapi memang tidak mungkin mengerti betul, betapa dalamnya kekacauan menghantui, ya karena memang semua orang bergelut dengan hantunya masing-masing.

Luka-luka kian terbuka, dan menjadi pecah dalam tangis yang tersedu-sedu seperti anak kecil. Bermalam-malam hanya habis untuk makan dan menenangkan diri. Sedangkan tangan tak pernah tahu kemana akan bersimpuh, 
Duka-dukaku melangit, tidak pernah secapek ini dalam hidup, kebosanan akan hidup dan mengerjakan sesuatu selalu hadir memenuhi ruang kedirian. 
Apa lagi, harus berbuat apa, bagaimana lagi, ketika pikiran sudah tak jernih, menjernikan butuh waktu, sementara waktu penjernihan dibantai habis oleh tumpukan masalah yang juga sama buramnya. Jam demi jam, detik demi detik.

Sementara corong mikrofon hanya berbual : semangat, tabah, kamu pasti kuat.

Dan jangan lagi meluapkan kesedihan di media maya dan hadirlah seperti sosok yang terus membahagiakan diluar, dan abai terhadap semua sakit. Dan jangan hadir tanpa membuat orang lain senang, karena sesakmu tak dibutuhkan orang lain. 

Sakitlah untuk dirimu sendiri, dan mampuslah bersama tanah-tanah makam ini sebagai sebuah keharusan akan banyaknya kehausan.

Kuciumi makam ibuku, dan air mata mengalir deras ingin menjelaskan semuanya, namun buntu, buntu, buntu.. 


Mak, kangen. . 



7 Juni 2020



No comments:

Post a Comment