image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Thursday, July 19, 2018

Penjaga Perlintasan Magrib

PENJAGA PERLINTASAN MAGRIB

Lalu isak tangis berbalut rindu mengetuk pintu kalbuku. Anak-anak menuliskan keluhnya pada langit, berharap lintasan waktu akan mencair mencipratkan embun guna membasahi bahasa kalbunya yang genting.

Roda berputar, bila mana hati mengalirkan gundah. Kebingungan, suam-suam kini tak lagi menorehkan isi batin sang jalma. Rutinitas menjadi tujuan, kemudian jiwa menjadi renta untuk bersikap.

Isak tangis kembali memenuhi dadaku, tapi apa yang akan diupayakan gadis mungil berpayung daun pisang diderasnya hujan. Menoleh dia padaku, sambil menawarkan hasil berburu belut ditanah tuan. Tentu dengan tangan terbuka kupeluk dia, kuusap rambut mungilnya sambil berjalan berganteng menuju teras gubuk, diceritakanlah semua dukanya.

Belut hasil berburu disawah kuambil dan kumasakkan bersama nasi selagi hangat,  daun pisang yang sama sebagai penenuh hujan kujadikan alas bakul nasi dan sekeping bahagianya tersembul.

Hujan mulai reda, digubuk kesunyianku kubiarkan gadis kecil itu memasuki lorong jalan padukuhannya yang semakin sepi, bersama api arang didapurku kusajikan dan kutitipkan secaping arang pendar untuk sangu berjalan dipelik perjalanan hidupnya.

Semburatnya senja sudah telat, hujan reda namun tinggal temaramnya bersama luapan tangis duka menuju urai senyum.

Kutatap dari teras gubuk, anak itu berjalan gontai seraya menaruh angan, ah...sawah semakin sepi namun aku disini menelan semua luka anak-anakku, kelak ketika mereka bersinar, aku akan menangisinya dengan bahagia seperti menjaga perlintasan dimensi magrib senja.

Semoga kebahagiaan-Ku terpancar kesemua mahkluk.

Semarang, 6 Juli 2018
Indra Agusta

No comments:

Post a Comment