image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Sunday, February 12, 2017

Valentine dan Presisi Kedaulatan NKRI

Oleh : Indra Agusta
 Hari Valentine setiap tahun dirayakan di hampir seluruh penjuru dunia di tanggal 14 Februari, termasuk Indonesia dan di Indonesia kasusnya lain ada semacam justifikasi bahwa Valentine ajaran kekristenan, hingga sampai detik ini Valentine selalu dibenturkan di ikonikkan dengan Kristen, dan diikuti pelarangan di Islam untuk merayakan valentine, benar jika Valentine bukan ajaran Islam tapi Valentine juga bukan Ajaran Kristen, tapi kita terus dihadap-hadapkan dan bahkan sampai banyak orang yang ikut arus ini.
 Polarisasi,
metode seperti ini semakin menjadi bumbu sedap
ketika pilkada serentak dibeberapa daerah dan seni konflik menjadi metode pemenangan para calon, lalu kita ikut arus dan tidak sadar mereka yang terus menerus ingin mengadu domba bangsa ini, demi kepentingan dan keuntungan mereka



 
Valentine itu bukan ajaran kekristenan, jadi tidak perlu mempertentangkan dan dipertentangkan seolah-olah itu bagian dari liturgi penting, juga bukan budaya Indonesia jadi tidak perlu mendebatnya di sini, mau merayakan atau tidak terserah. 

Tidak perlu juga menuding dulur-dulur saya yang muslim ke arab-araban, padahal kekristenan-pun juga berasal dari timur tengah, meski perkembangannya gereja barat lebih mendominasi.

Atau sedulur Hindhu dianggap menyembah pohon, kuno padahal anda sendiri tidak tau,dan tidak bisa menikmati presisi kekusyukan Ketuhanan yang mereka jalankan,
Semua orang punya jalannya masing-masing menuju Tuhan-nya,bahkan daun-daun dan gunung-gunung beribadah kepada-Nya.

Jadi tidak perlu menambah polarisasi, dan penajaman kubu-kubu yang terus dihadap-hadapkan supaya bertengkar. Dari dulu kita menerima apa saja, yang penting presisinya tetep Nusantara, tetep NKRI. 

Karena proses kelahiran kita di Indonesia ini merupakan Hak Mutlak Tuhan, dan tidak bisa ditawar, maka wajib untuk melindungi tanah air dari ancaman kerenggangan persatuan dan kesatuan bangsa, termasuk untuk tidak menambah masalah, dengan saling berebut benar.

Terimakasih.

Thursday, February 9, 2017

Menulis? Pentingkah?


Kenapa menulis?
Penting?
Kalo menulis memang dapet bayaran?
Jadi terkenal?
Udah enggak sekolah tapi masih baca buku?
Ngapain baca artikel-artikel berat di internet?
Bisa kaya? 

dan berbagai ragam pertanyaan lainnya yang sempat saya temui, termasuk beberapa orang tua yang pemikiranya, bahwa proses pembelajaran seseorang itu harus berhenti ketika sekolah selesai, atau malah cenderung kearah penyamaan asal pintar = kaya 
seperti yang pernah saya tulis sebelumnya di Ilmu dan Uang*



ORIENTASI Semua manusia tentu punya orientasi mereka masing-masing, apa yang menurut mereka menjadi standar hidup mereka, dalam hal ini tentu akan kembali lagi kepada lingkungan dan siapa mereka bergaul, juga berlaku untuk pilihan hidup seseorang terhadap jalan dirinya sendiri, sisanya adalah takdir Tuhan.

Jadi tentu tidak bisa, bahkan sangat tidak bisa kita memaksakan orientasi berpikir orang lain sesuai dengan harapan kita, sangat tidak relevan jika kita mempunyai kesenangan terhadap sesuatu yang tidak bisa diganggu oleh orang lain sementara kita memaksakan kehendak kita terhadap orang lain.

Pagarnya tentu adalah seberapa jauh orientasi tersebut melanggar hukum-hukum Tuhan, atau merugikan tidaknya untuk orang lain. selama semua hal yang kita lakukan masih bermanfaat, sebebas itulah kita berorientasi terhadap sesuatu.

 MENULIS
Ini adalah salah satu orientasi saya, tentu tidak semua orang bisa, suka, atau mau menulis. Karena memang menulis akan berkaitan erat dengan proses masuknya informasi dalam tubuh seseorang, entah berupa bacaan, koran, internet bahkan dari jagongan kita di Cakruk Parondhan, di setiap malamnya. Jadi memang tidak bisa dipaksakan jika ingin menghasilkan tulisan yang baik, maka akan sangat wajar jika  sebuah tulisan yang baik akan mengalir begitu saja dari pikiran si penulis, termasuk saya.

Jika dilihat dari sisi lainnya, proses kreatif menulis dalam makna yang lebih dalam adalah kemampuan intelektual penulis dalam mengambil sebuah sudut pandang dari sebuah cerita, peristiwa atau lakon.  Dan ini tingkatnya akan sangat  bervariasi setiap orangnya, kembali lagi tergantung pada seberapa kuat dan mampu penulis memikirkan sesuatu. Lewat tulisan-tulisan inilah kepekaan saya terus meningkat setiap harinya, lalu mencoba menelurkannya dalam bentuk kata-kata.

Tidak jarang tulisan juga bisa menjadi sebuah ajang untuk mengkritik, memberitakan atau mendukung sesuatu hal. Dalam hal inilah kita akan menemukan keterkaitan antara menulis sebagai bagian dari Pers.  

BEBAS MENJADI DIRI SENDIRI
Tulisan juga merupakan salah satu media ekspresi, yang tatarannya semakin tinggi akan semakin mampu merasuk ke dalam pemikiran khalayak yang membacanya, tulisan bisa lebih berbahaya dari sekedar foto, musik atau film, karena tulisan yang dibaca langsung berhubungan langsung dengan intepretasi pembaca, bahkan mengena menjadi semacam dogma atau ideologi, disinilah akhirnya wahyu-wahyu Tuhan dituliskan di perkamen-perkamen, dan efeknya bisa kita pelajari sampai sekarang bagaimana sebuah tulisan yang dari skala umur bisa mencapai 10 kali lipat usia pembaca, masih bisa mempengaruhi cara pandang seseorang, bahkan mampu mengubah langkah-langkah seseorang dalam perjalanan hidupnya.. 


SEJARAH  DIRI SENDIRI
Seperti soal perkamen tadi, saya mulai menulis sejak SMP dan jika membaca setiap tahunnya akan mengerti, bahwa memang perjalanan hidup saya melampaui fase-fase yang mungkin bisa tertawa sendiri ketika mengurai kembali catatan-catatan lama.

Namun dari situlah saya akhirnya tau benar, apa yang benar-benar saya sukai, cintai, kehidupan seperti apa yang akan saya jalani,   apa yang menjadi prioritas dst..

SHARE PEMIKIRAN, DAN BERBAGI SUDUT PANDANG
Ada tulisan-tulisan yang memang dibuat dirahasiakan, karena memang menyangkut soal-soal privasi, sebagai catatan yang kelak akan dijadikan acuan ketika kita sudah lupa dan tua. 

Namun lebih banyak lagi tulisan-tulisan saya yang memang karena saya ingin berbagi, apa yang menjadi pemikiran dan kegelisahan saya, tapi bukan curhat. Jaman sekarang ketika kita berbagi pemikiran dianggap curhat, padahal konteks curhat belum tentu memenuhi syarat untuk sebuah pemikiran, ada yang cuman gara-gara nonton telenovela artisnya mati Medsos bisa jadi heboh, sampai nangis-nangis. 

Lewat tulisan saya berbagi sudut pandang saya, dan otomatis melempar dan menangkap gelombang siapa saja yang mendekat dan menjauhi saya, baik secara abstrak maupun kongrit, seperti yang juga pernah saya tulis Manusia adalah Magnet bagi sesamanya. Akhirnya dengan tulisan pula saya bisa mengenal orang-orang yang segelombang dengan saya, mereka yang tidak betah bisa saja berpura-pura mendekat, namun waktulah yang akan menjawab seberapa kuat mereka

MENCATAT DETIK HIDUP
Setiap perjalanannya, akhirnya apa yang secara sadar saya tuliskan saya harap bermanfaat untuk orang lain, sebagai acuan, sebagai salah satu pembuka cakrawala, sebagai informasi atau apapun asalkan untuk kebaikan semua orang.     

Lalu Tuhanpun melafaskan kata-katanya yang terus berpendar sampai sekarang dan tidak berhenti... demikianlah kata-kata sebenarnya tidak akan berhenti, seperti Tuhan bersabda..



Sukowati, 12 Februari 2017 

Wednesday, February 1, 2017

Rumah Makan

Berbagai gaya manusia dalam berpakaian, berjalan, berbicara, menelaah sesuatu, memutuskan sesuatu kadang membuat manusia berkesimpulan pelik dan ironi. Rutinitas-rutinitas yang tak lelah oleh roda jaman ternyata harus dibatasi bahwa ternyata manusia punya rasa bosan.

Kebosanan-kebosanan itu lalu menuai sebuah perilaku, gaya hidup yang titik kulminasi emosionalnya akan meledak menjadi sebuah sikap yang mungkin bisa sangat menyenangkan atau berbahaya. 

Kecencerungan yang berbahaya adalah ketika mereka tidak pernah puas dengan dirinya sendiri, dan mulai menyalurkan rasa hausnya pada orang lain. Agar dipenuhi tentunya. Yang dimana dalam realitanya kehausan pada orang lain itu memang tak jauh dari lingkaran-lingkaran terdekat, sejauh mana yang bisa dijangkau sebuah individu. 

Rasa penat, sedih, gelisah,  marah, dan segala kehausan seseorang akan suatu hal tentu akan dilampiaskan ke orang lain ketika mereka sudah tidak bisa mencegahnya, psikis seseorang membutuhkan namun internal jiwanya tak mampu memenuhi.

Lalu mereka kemudian seperti mampir kerumah makan, menyambangi kawan hanya untuk sekedar makan hidangan mereka puas sebentar mereka akan pergi, atau akan marah jika hidangan tidak tersaji.