image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Wednesday, January 25, 2017

Meninggal ketika DIKSAR, perlukah KPA dibubarkan?

Kasus ini bukan kasus baru, kita mungkin bisa tarik kebelakang tahun 2014 ketika anak SMA di Jakarta, meninggal pada saat Diksar dan disinyalir terdapat kekerasan. Lalu Plt. Gubernur waktu itu pak Ahok mau membubarkan semua KPA di Jakarta.

Lalu dari kejadian kemarin di Lawu ketika ada siswa Diksar yang meninggal karena pendidikan dan disinyalir terdapat kekerasan dalam proses pendidikan, di timeline saya berseliweran tentang penutupan mapala, pencinta alam sampah gak berguna!, bubarkan mapala UII, dsb.

Dalam batin saya terus bertanya, kenapa mapalanya yang harus dibubarkan? kalau kejadian itu mungkin hanya oknum atau sistemnya yang salah. Kenapa tidak ditindak saja, pelaku bawa ke ranah hukum dan dievaluasi sistemnya.

Misalnya ada sekomplotan orang di sebuah instansi kementrian melakukan korupsi, bukankah tidak bisa kita men-judge bahwa kementrian itu harus ditutup karena kasus sekelompok orang yang bersekongkol melakukan korupsi.  Yang ada ya ditindak kasusnya, pelakunya diadili, dan dievaluasi supaya korupsi tidak menjalar lagi.

bukankah demikian logikanya?

Tidak bisa sebuah kasus digeneralisasi lantas kemudian kita harus menutup sebuah organisasi, tanpa evaluasi. Menutup organisasi yang dalam hal ini KPA apakah bisa menyelesaikan kasus, bagaimana jika hal-hal tersebut ada di KPA lain,?

Saya sebagai seorang anggota KPA, pernah ikut diksar, pernah juga menjadi tentor diksar setuju jika memang tidak boleh ada kekerasan di sebuah pendidikan, bagi saya pribadi mungkin Wanadri adalah rujukan yang tepat, karena sebuah pendidikan diAlam dalam sebenarnya alam saja cukup untuk membuat siswa menjadi terlatih. Tentu tidak bisa dipungkiri ada banyak metode yang dipakai KPA lain.

Terlepas dari itu hampir semua KPA punya tradisi untuk menurunkan materi dan ilmu kepada generasi penerusnya, disinilah kemudian metode-metode diberlakukan. Mengutip bahasanya kang Deny Hamdani, Forum Hijau Bandung "Kopseptualisasi tidak bisa khatam dalam semalam". Dan inilah yang akan diulang-ulang dalam sebuah pendidikan bagaimana ilmu-ilmu baku yang menjadi dasar sebuah KPA akan didoktrinkan kepada anggota baru, melalui Diksar, metodenya lain-lain.

Lalu untuk membubarkan organisasi KPA setelah ada yang terbunuh, jelas saya tidak setuju sudah saya jelaskan diatas. Toh sampai sekarang KPA-KPA terus menjadi sarana yang aktif untuk menggembleng karakter siswa, atau mahasiswa, bahkan di KPA umum.

Sebagai pelaku tentu saya sangat bisa membedakan bagaimana loyalitas, kejujuran, etos, karakter mereka yang telah menjalani Diksar KPA dengan orang awam yang cuman tinggal dirumah, menghabiskan hidupnya untuk kesenangan dirinya sangat-sangat berbeda. 
Meskipun harus teliti juga, disini nanti juga akan kembali pada pola Diksar sebuah KPA, karena Diksar inilah yang akan berpengaruh pada seseorang, tidak jarang saya menemukan KPA KPA liar yang memang mereka tidak punya konsep, asal naik gunung atau main, bahkan nyampah, bahkan melanggar norma-norma yang lain. Tapi saya kira tidak dengan Mapala UII, yang diusianya yang cukup tua saya kira sistemnya tentu tidak asal-asalan, Meski mungkin di kasus ini ada kesalahan sistem atau perilaku perseorangan, tapi jangan disalahkan bahkan sampai menuju kearah pembubaran Mapalanya.

Berita-berita tentang kematian seorang Pencinta Alam pada saat kegiatan memang terus ada, apakah karena faktor alam, keteledoran dia sendiri atau memang ada unsur kriminal. dari awal KPA ada tahun 50-an sampai sekarang kisah-kisah itu terus ada. Karena memang berkegiatan di alam bebas tidak bisa lepas dari resiko.
Akhirnya proses diksar yang sangat keras dan beresiko inilah yang menjadi dasar beberapa tokoh-tokoh penting di negeri ini, bukankah bangsa ini akan senang jika anak-anak negerinya berkarakter.

Seperti Gus Sholah pengasuh Ponpes Tebu Ireng,
Erry Riana Hardjapamekas Wakil Ketua KPK,
Warkop DKI aktivis penentang orde baru,
Soe Hok Gie aktivis penentang orde lama,
Norman Edwin Seven summitter Indonesia yang diakui dunia,
Bagus Satiardja si Direktur Pertamina,
Iwan Abdulrachman , Orang sipil yang menjadi mentor dan pelatih Kopassus.Yayat Yatmaka, seniman yang menjual karya-karyanya sebagai bentuk kritik terhadap pembangunan kedung ombo, yang uangnya diberikan total kepada korban penggusuran.
bahkan Sampai Jokowi presiden kita sekarang adalah hasil dari Diksar KPA, dan masih banyak anggota lain yang berkiprah disegala bidang diseluruh penjuru tanah air, yang ulet dan berdedikasi tinggi membaktikan hidupnya untuk tanah air. Ini juga perlu dicatat. 

Jangan hanya karena setitik nila, kita melihat rusaknya susu sebelanga,
Turut berdukacita sedalam-dalamnya atas kejadian yang menimpa saudara saya di Mapala UII Yogyakarta, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan, dan kita bisa mengambil pelajaran untuk dievaluasi supaya tidak ada kejadian serupa lagi, karena mencintai manusia-pun adalah bagian dari mencintai alam secara keseluruhan.

Indra Agusta, HML 015.080790.V-07
Perhimpunan Pencinta Alam dan Kemanusiaan
Himalawu Sragen.

2 comments:

  1. penyakit orang indonesia mas :) suka menggeneralisasi ,dan yang suka menggeneralisasi,biasanya belum pernah bersentuhan atau mengenal bener ,seperti misalnya secara buta men judge orang nasrani gini-gini ,padahal kenal atau punya teman nasrani aja tidak

    ReplyDelete