MENTALITAS SAMPAH TUAN TANAH
Oleh : Indra Agusta
Bulan-bulan ini dalam hitungan jawa merupakan hari-hari yang paling baik dalam melaksanakan entah pesta perkawinan, sunatan, di luar itu pula banyak pula perhelatan yang digelar diluar sana entah konser, forum diskusi, bazar, makan ini itu gratis, atau sekedar Car Free Day tiap hari minggu dengan tema dan sponsor tertentu.
Entah ini kebetulan atau tidak, namun yang terjadi memang demikian atau mereka EO acara masih menggunakan perhitungan feng-shui Jawa ini. Entahlah.
Semua acara yang saya ikuti memang kebanyakan meriah, langit cerah, yang datang banyak namun yang menjadi perhatian saya adalah banyaknya sampah yang tersisa setelah perhelatan dilaksanakan. Bahkan tidak menutup kemungkinan sebuah acara kampanye Hijau namun sampah masih berserakan. Ironis memang.
Mencoba untuk bercengkrama dengan beberapa kawan memang masih banyak yang merespon untuk tidak membuang sampah sembarangan. Namun ada pula yang punya mentalitas tuan tanah,
"Kan di Hajatan udah ada yang ngurusin sampah"
"Kan kita udah bayar tiket konser, ...sah-sah aja dong buang sampah, wong kita bayar"
"Kan udah ada Dinas Kebersihan, santai aja paling nanti kalo habis sholawatan/konser/CFD juga ada petugas yang membersihkan sampah di alun-alun"
Begitu ringan sebenarnya jika dilihat dari sisi ini, tapi jika dilihat dari sisi yang lain orang-orang ini orang2 yang kadang bisa disebut orang kecil, tidak begitu punya tingkat finansial yang tinggi, orang yang bisa lepas tanggung jawab karena mereka sudah membeli tiket konser,atau memasrahkan semua pada dinas kebersihan yang notabene mereka bekerja bukan untuk konser tersebut.
Lalu orang-orang ini pula yang akan berbicara pedas tentang ketidakadilan ketika mereka melihat kenyataan yang melebihi kemampuan mereka. Menjadi PNS/POLISI/TENTARA dengan membayar beberapa puluh gepok misalnya. atau Untuk masuk ke Perusahaan tertentu bisa dengan memberikan uang, atau bisa melacurkan dirinya untuk masuk ke perusahaan tersebut dengan iming2 jabatan, yang tentu menghasilkan uang.
Lalu orang-orang ini pula yang akan berbicara pedas tentang ketidakadilan ketika mereka melihat kenyataan yang melebihi kemampuan mereka. Menjadi PNS/POLISI/TENTARA dengan membayar beberapa puluh gepok misalnya. atau Untuk masuk ke Perusahaan tertentu bisa dengan memberikan uang, atau bisa melacurkan dirinya untuk masuk ke perusahaan tersebut dengan iming2 jabatan, yang tentu menghasilkan uang.
Bukankah pola-nya sama? sama-sama berpikir ketika mereka akan berkuasa ketika mereka mempunyai uang. Meski dalam wujud yang lain. Melakukan apapun sekehendak mereka dengan alasan mereka sudah membayar.
Apakah selalu benar membuang sampah sembarangan dengan alasan dia sudah membayar tiket? Apakah benar mereka bisa ikut ujian CPNS dengan asal sembarangan, dengan alasan dia sudah bayar panitia rekrutmen? Atau apakah benar asalkan mereka sudah menggaji pembantu mereka bisa seenaknya memperlakukan pembantu, memukuli, membunuh atau memperkosa mereka?
Pola-pola ini semakin banyak hadir di masyarakat, ada yang menolak, ada yang terlibat, ada pula yang meng-iyakan sekedar senyum kepalsuan bahwa hal tersebut memang menjadi hal lumrah di jaman yang semakin tua.
Namun ada satu yang luput, kita lupa bahwa sebenarnya rakyat pun adalah seorang tuan atas dirinya dan negaranya sendiri, Rakyat sendiri lupa [atau sengaja dilupakan] bahwa mereka menyisihkan sedikit dari penghasilan mereka dikumpulkan dan untuk mempekerjakan Para pemimpin untuk mengelola negara ini.
Jokowi, Gubernur bahkan Bupati pun harusnya tau dia merupakan pembantu rumah tangga negara, dan digaji oleh rakyat. Jangan mentang-mentang diberi amanat bisa sekehendak hatinya, menjadi petugas negara namun malah merampok negara. Kalian bukan siapa-siapa, kalian cuman pembantu, tanpa dukungan rakyat kalian tidak bisa apa-apa. Sudah berapa tahun berlalu namun kalian tetap tidak memberikan kontribusi apapun yang murni untuk membangun negara ini.
Jokowi, Gubernur bahkan Bupati pun harusnya tau dia merupakan pembantu rumah tangga negara, dan digaji oleh rakyat. Jangan mentang-mentang diberi amanat bisa sekehendak hatinya, menjadi petugas negara namun malah merampok negara. Kalian bukan siapa-siapa, kalian cuman pembantu, tanpa dukungan rakyat kalian tidak bisa apa-apa. Sudah berapa tahun berlalu namun kalian tetap tidak memberikan kontribusi apapun yang murni untuk membangun negara ini.
Yang ada hanya utang luar negeri yang jarang diberitakan media, kemudian diinvestasikan biar seolah-olah negara ini bisa membangun tapi aslinya duitnya hutang. Lalu ekonomi lesu karena terlalu banyak uang yang beredar di sini, Inflasi, daya beli rendah dan berbagai masalah ekonomi lainnya, yang tentu akan berujung pada banyak hal dalam berbagai bidang.
Hati-hati kalian bukan tuan, kami rakyat adalah tuan atas negara kami sendiri.
Jangan mentang - mentang kalian sudah memberikan banyak bantuan kepada rakyat, membayar rakyat [yang aslinya uang tersebut memang dari rakyat dan SDA] kalian bisa berbuat seenaknya. Menipu kami dengan segala tipu daya dan bahasa politik yang manis-manis seperti yang selama ini kalian buat, yang pada akhirnya bukan kami yang menikmati namun penggelembungan perut kalian sendiri.
Kleco Wetan, 22 Mei 2016
No comments:
Post a Comment