image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Monday, February 22, 2016

Kabur Berbaur

Oleh : Indra Agusta 
dari berbagai pengamatan diri, maupun sekitar.

2016, dunia informasi digital semakin kabur dalam menelisik sebuah kebenaran, Media sosial yang semakin sesak penduduknya, keaadaan ini berbanding lurus dengan semakin murahnya Ponsel Pintar. Sejalan dengan itu media sosial yang dulu sehat, merekatkan kembali yang jauh kawan-kawan lama bisa berkomunikasi lebih intens, mendapatkan berbagai banyak informasi dengan cepat,  kini mulai menunjukkan siapa dirinya. 

HAMBAR

Dari semakin jarangnya jumlah tatap mata perseorangan, hingga dalam sebuah kumpulan-pun kita semakin sibuk dengan ponsel pintar, lalu lupa dengan dimensi sosialnya. Saya sendiri pernah terseret ke arus itu. Menjadi autis ponsel pintar.

Lalu efeknya terus berjalan, semakin kesini komunikasi personal semakin tidak intens, manusia lebih banyak diam, sedikit sekali yang mengeluarkan ide-idenya. Mereka terbuai tombol F5  dari gadget pertemuan-pertemuanpun hambar, hanya sekedar say hello  tanpa memberikan pembelajaran lebih, pemaknaan yang lebih, dan tentunya kesan.

Kemudian berlanjut semakin dalam, pembicaraan dijejaring media pun semakin ringan kemudian hambar, hanya gelak tawa, atau sapaan ringan, hanya tinggal beberapa orang yang berbicara serius tentang hidup, ilmu pengetahuan dan apa saja. Sisanya orang-orang yang butuh perhatian, orang yang kelaparan sapaan, dan mencoba menarik simpati dari lawan bicara, dan mengeringkan air kata-kata lawan bicara. Ya kalo satu dua kali tak masalah, tapi jika terus? bosen juga. Komunikasi yang efektif adalah 2 arah, bukan satu arah.

Semua orang ingin disuapi, semua sudah ketergantungan untuk duduk dan air tiba bak Sang Raja, lalu kita mulai malas berpikir dan terciptalah pendangkalan pola pikir dan nalar.
SILATURAHMI KEPENTINGAN
 
Naifnya lagi, media sosial sekarang berkembang dari Silaturahmi murni, menuju kepentingan tertentu. Ada yang pedekate, jualan, MLM, sampai tender besar proyek, atau kepentingan politik tertentu. Memang sah-sah saja apabila bekerja sama dalam sebuah kepentingan, namun terkadang kangen juga dimana obrolan-obrolan memang sebatas silaturahmi, mempererat persaudaraan, mempererat hubungan tanpa ada embel-embel dibelakangnya.

KABUR, BERBAUR

 Mind Control yang benar-benar menakutkan adalah pembiasaan mata kita terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak pas untuk kita lihat. Bisa kita lihat semakin tingginya intensitas gambar-gambar berisi pornografi, SARA, isu-isu tidak jelas sumbernya, muncul dihalaman sosial media kita. Memang sekilas tidak berdampak tapi lama-kelamaan kita akan terbiasa dengan hal yang demikian, dan akan semakin parah jika anak-anak kita mulai terbiasa akan hal tersebut. (mengingat ternyata regulasi batasan umur disosial media, tidak mampu menahan arus member di usia anak-anak dibawah umur).

Lalu kebebasan informasi menggiring kita untuk menstimulan sebuah opini dibawah alam sadar kita. Semakin banyaknya berita yang diupdate setiap harinya tanpa sadar membuat kita lebih mudah untuk melupakan hal-hal yang sebenarnya penting untuk dijadikan perhatian.

Sebagai contoh mungkin kita bisa menarik Kasus MEA, Perpanjangan kontrak Freeport, Pembelian lahan-lahan pertanian oleh Asing yang jelas-jelas akan berdampak besar. Namun euforia-nya masyarakat secara luas, di pedesaan yang terbiasa menonton TV, atau internet user kelas pemula yang menganggap informasi dari FB merupakan kebenaran , lebih senang membicarakan LGBT, Bom Sarinah, Kematian Budi Anduk, Gafatar atau yang terbaru ini kasus Pelecehan Saiful Jamil, yang jelas-jelas tidak bersentuhan dengan mereka kelak.
Atau mungkin kita bisa berkaca ke kasus Kebakaran hutan di akhir tahun yang juga hilang asapnya, ketika pilkada selesai, namun perusahaan-perusahaan internasional yang memainkan peran tidak tersentuh oleh penegak hukum.

Masyarakat dibuai dan dirisaukan oleh hal-hal tersebut. Lalu ikut bingung, merasa terancam dan sebagainya, sementara itu skema-skema besar mulai dijalankan dan jauh dari perhatian masyarakat. Kita yang terus dijadikan budak untuk membeli produk-produk buatan mereka sementara bahan baku, pekerja dan perakitannya dibuat di negeri kita, tapi keuntungan dimiliki mereka.

IN-PROPORSI 
Dilevel selanjutnya kita sudah dibiasakan untuk menerima informasi-informasi yang tidak sesuai dengan proporsi, pejabat korupsi yang masih bisa berleha-leha didepan media, kawin cerai artis, Anak-anak muda yang lebih suka emoticon ala-ala anak SD, atau hal-hal yang sangat instant yang tersirat dalam film-film animasi. Lalu kita terbuai.

Kita merasa biasa saja ketika perusahaan air minu, mengambil air dari sumur kita, lalu dilabeli mereka, dan dijual untuk kepentingan pasar mereka, sementara masyarakat sekitar dan Pemda hanya mendapat secuil dari laba yang dihasilkan raksasa.

Atau Gunung emas yang kita miliki, diambil lalu kita senang dengan tawaran 3% dari laba mereka. dan kita tidak merasa ini janggal.

Lalu mari kita lihat akan ada drama apalagi, kita yang tercebur dalam arus sungai, untuk terus bertahan, waspada agar tak terseret arus-arus yang tidak menentu. Untuk tetap berpikir jernih, mengambil jarak dalam menyikapi semua hal.

Nuwun.

No comments:

Post a Comment