image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Friday, February 26, 2016

Personalitas, Karena Manusia tidak bisa memilih

Karena kita tidak bisa memilih lahir dari rahim siapa,
Karena kita tidak bisa memilih tinggal di budaya mana,
Karena kita tidak bisa memilih hidup di keluarga seperti apa
Karena kita tidak bisa memilih hidup di zaman mana, periode apa,
Karena kita tidak bisa memilih berjenis kelamin apa,
Karena kita tidak bisa memilih bakat apa yang ditanam di diri kita,
Karena kita tidak bisa memilih kondisi seperti apa tubuh kita,   
Karena kita tidak bisa memilih................................................... 

Begitulah, sebenarnya jika dilihat dari kacamata yang lebih tinggi akhirnya kita harus mengakui dan tunduk pada sebuah pola. Pola personalitas manusia, pola dimana kita memang tidak sedikitpun diberi kesempatan untuk menentukannya, semua total kekuasaan Tuhan. 

Ya, memang wajah dunia kadang akan menabrakkan kita pada standar dunia kita masa kini, atau masa lampau atau dimanapun manusia dilahirkan, dizaman apa mereka di-amini untuk menjelma menjadi jalma. Terkadang kita akan mendobrak keputusan Tuhan, terjebak dalam berbagai pertanyaan kenapa?

KENAPA

Memang sejauh-jauhnya kita akan menentang apa yang menjadi takdir personalitas kita, pada akhirnya kita memang tidak bisa menentangnya. Misal kita dilahirkan di keluarga yang sangat miskin, namun dunia sekarang menstandarkan semuanya berdasar kekayaan secara material. Tentu akan ada gesekan-gesekan disetiap langkah kita,  dimana kita harus berjuang meraih setiap kesempatan, merelakan kesempatan, menentukan prioritas dan sebagainya yang kemudian ditabrakkan oleh kenyataan orang lain disekitar kita. Lalu mungkin ada rasa cemburu. Namun mau sampai kapan terus cemburu?

MENEMUKAN POLA HIDUP

Dari gesekan-gesekan tersebut biasanya akan timbul 2 kemungkinan, ikut larut dalam arus yang sebenarnya bukan personalitas kita yang pasti akan membawa dampak-dampak yang cenderung negatif, karena kita tidak mengikuti pola-pola dasar hidup kita sendiri. Atau memilih jalur sendiri, menikmati semua proses dan mulai memilah-milah, mana yang pas untuk kita, mana yang tidak pas untuk kita sampai akhirnya kita akan menemukan detail, ini hidup yang saya mau.

CRASH

Setelah beberapa gesekan terjadi pasti akan ada saatnya kita dibenturkan kenyataan, lalu kemudian menyadari bahwa dalam hidup memang ada yang bisa diraih, ada yang harus direlakan, ada yang bisa didapat, ada yang akan tercuri semuanya paradoks semuanya seimbang. Jika tidak imbang coba dilihat dari jarak pandang yang agak jauh lagi, atau coba untuk merentangkan lagi kemampuan menmbaca hidup. Sulit memang, namun bukan berarti tidak bisa. Kalo mau hidup praktis yang terserah semuanya tinggal pilihan kita ingin seperti apa.

PERSONALITAS

Setelah lamanya mencari jatidiri tentang siapa dirimu, menurut saya akhirnya memang lebih nyaman menjadi diri sendiri. Nyaman bukan berarti hidup enak, tapi hidup sejujur-jujurnya kita terhadap diri sendiri. Lalu menjadi diri sendiri.

Tentang personalitas, saya begitu yakin bahwa penciptaan manusia tentu membawa tujuan tertentu. Jika kita melihat air saja begitu banyak fungsinya bukankah demikian dengan manusia.

Ya, personalitas adalah hal-hal yang kita bawa dari lahir, dan kita tidak bisa memilih. Tentu pasti ada tujuannya. Dan tujuan inilah yang membuat saya berkali-kali merenung, kenapa saya disini, kenapa saya tidak seperti mereka dst..selalu ada rasa cemburu, namun akhirnya untuk hidup iklas itu jauh lebih baik, meski tidak mudah. Bagi tiap2 orang tentu lakon-nya akan berbeda, namun saya kira sama semua ada untuk tujuan yang sudah dititipkanNya sejak lahir, tinggal kita diarahkan untuk menggalinya, atau mencoba menggali sendiri, atau malah diacuhkan, atau sengaja ditutup bahkan oleh orang-orang terdekat kita sendiri itu yang jadi soal.

L.G.B.T

Menyikapi masalah yang akhir-akhir ini sering didengungkan oleh media, entah ada wacana apa dibalik ini semua, kasus LGBT bahkan menempati trending topik dunia medsos. Ketika ada beberapa kawan yang berdiskusi tentang LGBT saya pribadi-pun akan mengembalikan ke konsep personalitas diatas.

Jenis kelamin itu personalitas, mutlak keputusan Tuhan, manusia tidak bisa menentukannya. Memang saya tidak memungkiri bahwa feminitas dan maskulinitas memang ada didunia ini, ada beberapa teman sekolah saya yang menjadi cewek tomboy, atau cowok yang agak berlagak seperti perempuan, tapi mereka normal-normal saja.

Cewek tomboy kawan saya ini akhirnya menjadi aparat negara, yang tentunya harus bersikap tegas, dan bawaan maskulinitas dalam tubuhnya yang perempuan memang dibutuhkan, ini yang saya maksud dengan personalitas. 

Atau ke kawan saya cowok yang akhirnya menjadi penari, keluwesan, kelembutan sikapnya diperluka dalam passion, yang dititipkan Tuhan kepada dirinya untuk menjadi penari.

Dan saya tidak masalah dengan ini.
Naifnya ketika masyarakat kita mulai menyamakan arti feminitas dan maskulinitas diatas dengan LGBT. Jelas sangat berbeda.

Maskulinitas dan Feminitas adalah hak prerogratif Tuhan, karunia khusus dan spesial yang dititipkan Tuhan untuk sesuatu maksud yang keren tentunya.
Dan LGBT adalah melawan takdir Tuhan, Terlepas akan aturan apapun yang mengurusi masalah ini, tapi ini jelas melawan hak prerogratifnya Tuhan, dan akan berujung pada masalah yang dibuat oleh kaum itu sendiri. 

Lalu jika menyadari Personalitas adalah Hak - nya Tuhan, lalu kenapa didengung-dengungkan bahwa mereka meminta hak-nya sebagai manusia. Mereka lupa mereka sudah banyak diberi kebebesan untuk menentukan banyak hal, meski untuk personalitas memang sudah dibikin blueprint-nya dari awal dan kita tinggal menjalaninya, berjuang sebaik-baiknya. Menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.

Dan akan lebih baik jika memandang manusia dari sisi perjuangannya, bukan semakin ikut arus materialisme masa kini, yang memandang manusia dari apa yang dimilikinya secara kasat mata. 

Dilahirkan di keluarga miskin dan kaya itu juga Personalitas, semua hadir untuk suatu maksud tertentu bukan untuk merendahkan atau merasa direndahkan.  Supaya ada Penyelenggara Negara, tentu ada rakyatnya, supaya ada pemimpin dan anak buahnya, supaya ikan di laut bisa dinikmati petani apel di bukit-bukit di Batu. Namun nelayan-nelayan juga bisa membuat sayur sawi didapurnya.

Temukan apa yang menjadi Personalitasmu, dan apa yang Dia titipkan dihatimu, disanubarimu untuk menjadi sesuatu seperti blueprint yang Dia gambarkan. 

Nuwun.

Sragen. 27 Februari 2016.
Temanmu
Indra Agusta.

Monday, February 22, 2016

Kabur Berbaur

Oleh : Indra Agusta 
dari berbagai pengamatan diri, maupun sekitar.

2016, dunia informasi digital semakin kabur dalam menelisik sebuah kebenaran, Media sosial yang semakin sesak penduduknya, keaadaan ini berbanding lurus dengan semakin murahnya Ponsel Pintar. Sejalan dengan itu media sosial yang dulu sehat, merekatkan kembali yang jauh kawan-kawan lama bisa berkomunikasi lebih intens, mendapatkan berbagai banyak informasi dengan cepat,  kini mulai menunjukkan siapa dirinya. 

HAMBAR

Dari semakin jarangnya jumlah tatap mata perseorangan, hingga dalam sebuah kumpulan-pun kita semakin sibuk dengan ponsel pintar, lalu lupa dengan dimensi sosialnya. Saya sendiri pernah terseret ke arus itu. Menjadi autis ponsel pintar.

Lalu efeknya terus berjalan, semakin kesini komunikasi personal semakin tidak intens, manusia lebih banyak diam, sedikit sekali yang mengeluarkan ide-idenya. Mereka terbuai tombol F5  dari gadget pertemuan-pertemuanpun hambar, hanya sekedar say hello  tanpa memberikan pembelajaran lebih, pemaknaan yang lebih, dan tentunya kesan.

Kemudian berlanjut semakin dalam, pembicaraan dijejaring media pun semakin ringan kemudian hambar, hanya gelak tawa, atau sapaan ringan, hanya tinggal beberapa orang yang berbicara serius tentang hidup, ilmu pengetahuan dan apa saja. Sisanya orang-orang yang butuh perhatian, orang yang kelaparan sapaan, dan mencoba menarik simpati dari lawan bicara, dan mengeringkan air kata-kata lawan bicara. Ya kalo satu dua kali tak masalah, tapi jika terus? bosen juga. Komunikasi yang efektif adalah 2 arah, bukan satu arah.

Semua orang ingin disuapi, semua sudah ketergantungan untuk duduk dan air tiba bak Sang Raja, lalu kita mulai malas berpikir dan terciptalah pendangkalan pola pikir dan nalar.
SILATURAHMI KEPENTINGAN
 
Naifnya lagi, media sosial sekarang berkembang dari Silaturahmi murni, menuju kepentingan tertentu. Ada yang pedekate, jualan, MLM, sampai tender besar proyek, atau kepentingan politik tertentu. Memang sah-sah saja apabila bekerja sama dalam sebuah kepentingan, namun terkadang kangen juga dimana obrolan-obrolan memang sebatas silaturahmi, mempererat persaudaraan, mempererat hubungan tanpa ada embel-embel dibelakangnya.

KABUR, BERBAUR

 Mind Control yang benar-benar menakutkan adalah pembiasaan mata kita terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak pas untuk kita lihat. Bisa kita lihat semakin tingginya intensitas gambar-gambar berisi pornografi, SARA, isu-isu tidak jelas sumbernya, muncul dihalaman sosial media kita. Memang sekilas tidak berdampak tapi lama-kelamaan kita akan terbiasa dengan hal yang demikian, dan akan semakin parah jika anak-anak kita mulai terbiasa akan hal tersebut. (mengingat ternyata regulasi batasan umur disosial media, tidak mampu menahan arus member di usia anak-anak dibawah umur).

Lalu kebebasan informasi menggiring kita untuk menstimulan sebuah opini dibawah alam sadar kita. Semakin banyaknya berita yang diupdate setiap harinya tanpa sadar membuat kita lebih mudah untuk melupakan hal-hal yang sebenarnya penting untuk dijadikan perhatian.

Sebagai contoh mungkin kita bisa menarik Kasus MEA, Perpanjangan kontrak Freeport, Pembelian lahan-lahan pertanian oleh Asing yang jelas-jelas akan berdampak besar. Namun euforia-nya masyarakat secara luas, di pedesaan yang terbiasa menonton TV, atau internet user kelas pemula yang menganggap informasi dari FB merupakan kebenaran , lebih senang membicarakan LGBT, Bom Sarinah, Kematian Budi Anduk, Gafatar atau yang terbaru ini kasus Pelecehan Saiful Jamil, yang jelas-jelas tidak bersentuhan dengan mereka kelak.
Atau mungkin kita bisa berkaca ke kasus Kebakaran hutan di akhir tahun yang juga hilang asapnya, ketika pilkada selesai, namun perusahaan-perusahaan internasional yang memainkan peran tidak tersentuh oleh penegak hukum.

Masyarakat dibuai dan dirisaukan oleh hal-hal tersebut. Lalu ikut bingung, merasa terancam dan sebagainya, sementara itu skema-skema besar mulai dijalankan dan jauh dari perhatian masyarakat. Kita yang terus dijadikan budak untuk membeli produk-produk buatan mereka sementara bahan baku, pekerja dan perakitannya dibuat di negeri kita, tapi keuntungan dimiliki mereka.

IN-PROPORSI 
Dilevel selanjutnya kita sudah dibiasakan untuk menerima informasi-informasi yang tidak sesuai dengan proporsi, pejabat korupsi yang masih bisa berleha-leha didepan media, kawin cerai artis, Anak-anak muda yang lebih suka emoticon ala-ala anak SD, atau hal-hal yang sangat instant yang tersirat dalam film-film animasi. Lalu kita terbuai.

Kita merasa biasa saja ketika perusahaan air minu, mengambil air dari sumur kita, lalu dilabeli mereka, dan dijual untuk kepentingan pasar mereka, sementara masyarakat sekitar dan Pemda hanya mendapat secuil dari laba yang dihasilkan raksasa.

Atau Gunung emas yang kita miliki, diambil lalu kita senang dengan tawaran 3% dari laba mereka. dan kita tidak merasa ini janggal.

Lalu mari kita lihat akan ada drama apalagi, kita yang tercebur dalam arus sungai, untuk terus bertahan, waspada agar tak terseret arus-arus yang tidak menentu. Untuk tetap berpikir jernih, mengambil jarak dalam menyikapi semua hal.

Nuwun.

Friday, February 19, 2016

Haus

Kita hidup dijaman orang-orang menjadi 'haus' demi dirinya sendiri, 
entah kenapa trend ini menjadi semakin hingar ditengah jaman yang tidak jelas ini.
Seseorang yang akan meminum airnya sendiri, semau dia agar nanti jika airnya habis dia akan, habis-habisan pula mengambil air orang lain tanpa berpikir itu akan melukai orang atau tidak, yang penting nafsunya terpuaskan, kering tenggorokannya bisa diatasi.

Orang-orang haus terus menarik, mengambil, menghisap, menipu, menggerogoti dan mengeringkan siapa saja yang ada didekatnya.
Orang-orang yang memilih jalan puasa, sama-sama haus namun dia memberikan airnya untuk orang lain, ada kelegaan ketika berdekat-dekatan dengannya, ada kesejukan dari kekeringannya...
seperti umbul atau oase..

lalu dimana dirimu?
seberapa besar porsi untuk dirimu sendiri,
seberapa besar porsi untuk orang lain?


 
- Indra Agusta
20 Feb 2016