QUARTER LIFE CRISIS
2015, tahun yang boleh dibilang krusial untuk sebagian teman-teman seumuran saya.
Mereka
mulai masuk ke tahap yang orang bilang "quarter life crisis"salah satu
bagian dari kehidupan manusia yang kata orang-orang yang pernah
ngalaminnya terasa berat. Kalau anak jaman sekarang mungkin "galau" :D
Seperti
sifat CLC. yang relatif buatku sendiri, fase ini datang lebih cepat
karena memang saya punya latar belakang kehidupan yang berbeda dengan
kebanyakan pemuda di usia saya. Banyak yang saya alami dan tidak dialami
oleh pemuda lain, yang orang bilang "kasihan" dan tak mau hidup kayak
gitu, saya mengalami dan hidup didalamnya.
IDENTITAS
Krisis pertama tentunya adalah Kejelasan Identitas,
Siapa sih saya?
Kira-kira bisa jadi apa saya dibeberapa tahun mendatang?
Passion saya apa ?
Hobi saya apa?
Pingin kerja kaya apa?
Cewe yang masuk ke radar saya yang seperti apa?
dan
akan banyak pertanyaan-pertanyaan serupa diatas yang pasti akan terus
berputar dipikiran. Banyak diantara teman-teman yang sharing ngobrol,
masa paling enak itu jaman sekolah, atau jaman kuliah setelah wisuda
semuanya mulai berjalan lain. Bagi saya masa paling enak menurut standar
mereka, nyaris tidak ada. Mensyukuri semua keterbatasan, mengusahakan
apa yang dipunyai, dan mengiklaskan apa yang memang tidak bisa diingini,
itu yang selama ini saya lalui.
Satu
persatu beberapa dari mereka mulai bertanya siapa dirinya, apa
potensi-potensi yang ada didalam dirinya, ada yang sudah menemukan sejak
kecil passion-nya apa, lalu ada yang dikembangin, hingga menjadi besar sampai dewasa, dia sudah dibilang proffesional di bidang yang dari kecil dia suka, disupport kemudian digeluti sampai dewasa, tanpa berpikir ini nanti profit atau ndak.
Ada passion yang stuck
karena minimnya fasilitas pengembang passion, karena ketidakmampuan
ekonomi untuk membeli sarana dan prasarana pemacu passsionya.
Orang-orang yang tidak punya banyak pilihan dalam menjalani hidup, jauh
dari kata "hidup sesuka gue" karena memang ada banyak tuntutan
dari background keluarganya, biasanya masalah finansial, bisa juga
karena masalah-masalah lain.
Atau bisa juga tuntutan lebih dari
orang tua, pengekangan demi pengekangan yang menghambat bakat lahiriah
yang tentunya tiap-tiap orang berbeda beda. Menjadikan anak harus
seperti yang orang tua harapkan, menjadi apa yang orang tua inginkan
supaya punya label "pantas" di mata masyarakat. Harus jadi PNS atau
Tentara misalnya,
Ada pula yang tau passionnya setelah dewasa, entah karena mencari atau karena ketidak sengajaan.
Ironinya
ada yang bahkan sampai lulus jadi Sarjana-pun belum mengetahui siapa
dirinya. Terombang ambing oleh trend, tergerus arus "ben pada kaya kancane" masih menuruti gaya hidup yang mirip anak belasan taun, tanpa tau arti yang jelas tentang apa yang difollow atau diikuti.
Atau
ada juga yang menyerah pada nasib, tidak mau berpkir keras untuk
mencari solusi, namun memilih untuk menikmati laranya, dan
melampiaskanya pada hal-hal tertentu yang kurang bermanfaat untuk
dirinya maupun untuk orang lain.
Lahir
dari keluarga siapa, memang hak prerogratif Tuhan, tetapi Identitas
adalah soal pilihan, yang paling nyaman ya menjadi diri sendiri. Tak
harus terlihat wah, seperti yang biasa didengungkan di media, hebat
adalah mereka yang punya uang, dan jabatan. Namun lupa menjadi dirinya
sendiri.
PEKERJAAN
Krisis kedua adalah Pekerjaan,
Setelah
menjadi dewasa memiliki pekerjaan tentunya adalah harapan semua orang,
dimasa-masa ini pula kita akan sibuk ngirim CV. Perusahaan ini dan itu,
Interview kesana kemari, sesuai dengan disiplin ilmunya, mendaftar
sebagai abdi negara, atau menjadi wiraswasta, Menjadi petinggi di sebuah
instansi, dokter, tentara,guru, pegawai atau buka warung hik dipinggirjalan,loper koran, jualan buku, dll
Berbagai pilihan tentunya dihadapkan, sesuai kemampuan personal masing-masing.
Ada
yang idealis bekerja sesuai disiplin ilmunya, ada juga yang asal dapet
kerja, atau yang penting dapet duit, ada pula yang kerja di dunia hitam,
begitu juga disisi lainnya banyak pula teman-teman yang masih dirumah,
entah karena menunggu panggilan wawancara, atau masih ingin menikmati
masa-masa indah tanpa beban setelah dapet titel sarjana atau karena
memang menikmati menjadi pengangguran dan terus disupplay oleh orang
tuanya, masih menyenangkan buat mereka.
Yah, setiap orang berhak menentukan pilihannya.
Bagi
saya kegalauan ini juga akan bertambah ketika temen-temen sudah mulai
merampungkan kuliah mereka, mimpi saya untuk kuliah bahkan di 25 tahun
ini pun belum tercapai. Karena keterbatasan dana yang begitu kompleks
memaksaku untuk menunda perkuliahan entah sampai kapan semoga secepatnya
bisa kuliah, Ameenn :)
Untuk pekerjaan saya sendiri memulainya
jauh-jauh hari sebelum teman-teman saya bekerja mungkin, dimasa-masa
remaja yang mereka bilang menyenangkan, saya bahkan sempat ngamen di
pasar kota demi membeli LKS atau untuk jajan keesokan harinya. Mungkin
titik itu pertama kali saya berfikir untuk tidak pernah menggantungkan
biaya fnansial pada orang tua, karena memang sudah sulit, setelah lulus
SMA pun akhirnya bekerja mengubur sementara mimpi-mimpi untuk duduk
dibangku kuliah, sampai sekarang.. supaya ada beras yang dimasak di
dapur keluarga saya. Dan ada rasa seneng banget kalau bisa beri sesuatu yang dibutuhkan orang tua, atau sang adik.
Bagi
mereka yang sudah selesai kuliah, setelah wisuda kebanyakan sudah mulai
malu minta duit sama ortu, mulai benar-benar memanage keuangan.
Di point
selanjutnya pekerjaan ini pula yang menjadi salah satu kriteria, karena
saya hidup dijaman yang berbeda dengan orang tua saya, dengan kondisi
yang berbeda dan tentu tidak asal-asalan dalam memilih seorang pasangan.
Sulaiman pernah bilang di kitab kebijaksanaannya gini :
Janganlah mendirikan rumah tangga sebelum kau menyiapkan ladangmu dan mempunyai mata pencaharian.
MARRIAGE
Setelah pekerjaan, tentu memiliki rumah tangga juga mimpi hampir semua orang.
Krisis Ketiga adalah Hubungan serius, Pacar, Jodoh dan Pernikahan.
Kapan nikah?
Eh, dapet istri/suami orang mana?
Anakmu sekarang berapa? cowo /cewe?
Tentunya
sering banget kan temen-temen denger pertanyaan kayak gini, bagi saya
dan kaum hawa lainnya kebanyakan sih lebih cuek, tapi beda ceritanya
bagitemen-temen yang cewe, akan menjadi sebuah kegaluan mendalam ketika
belum ketemu jodoh, sementara cewe-cewe. Di 25 tahun, atau bahkan
ditahun-tahun sebelumnya sudah married .
Pertanyaan tersebut serasa seperti pisau, setiap kali datang di kondangan teman la kamu kapan? la kamu kapan? ampe kapan mau macarin anak orang, dilamar dong! dan berbagai pertanyaan sejenis.
Tentunya ada banyak alasan, mengapa seseorang belum menikah.
Bagi
para cewe tentunya jelas menunggu lelaki datang melamarnya, memilih
lelaki yang terbaik dengan sejuta kriteria yang diharapkan kemudian
bersanding dengan dia selamanya.
Bagi
cowo tentu harus menemukan pasangan yang sejalan, dan sepemikiran.
Tentu bukan hal yang mudah menemukan seseorang yang mau diajak berjalan
seiringan di anak tangga,
lalu
punya cadangan lebih di rekeningnya untuk memulai menghidupi sebuah
keluarga, Sederhana atau mewah, tergantung manusianya. Pintar-pintar
memilih dan jangan gampang dibodohi dengan berbagai pertanyaan
psikologis :) trust me it will destroy you next day..
Bagi beberapa teman pasangan menjadi urusan belakangan, setelah studi mereka selesai ada yang lebih 'mencintai karir' terlebih
dahulu. Mengembangkan diri seluas-luasnya, sejauh-jauhnya, menjadi
expert di bidang tertentu, terus menaikkan level dan tak pernah puas
berhenti di sebuah step, bahkan ada temen cewe bilang jodoh pikir
nantilah, yang penting ngembangin diri sama nikmatin hidup dulu, nikah
ma nanti asal gk kepala 3 gitu aja. Gue masih pingin jadi ini itu ndra,
sebelum nggendong anak :)
Faktor lain adalah orang tua,
dikalangan keluarga feodal peran orang tua menjadi dominan dalam
menentukan standar seperti apa calon menantu-nya, yang mana dari
implikasi tersebut akan merembet ke kita sebagai keturunannya, mau tidak
mau kita harus menyetujui karena memang restu dari orang tua itu
penting, demi kelangsungan sebuah pernikahan. Selain orang tua juga
punya ambisi tertentu, semisal Nama baik, relasi bisnis dll
Jika orang tua hanya mematok, ya asal udah sama-sama seneng, ya udah dijalanin aja. Orang
tua yang sangat demokratis, dan memberi kebebasan seluas-luasnya
masalah jodoh. Karena memang tau betul urusan jodoh itu urusan Tuhan,
manusia yang mengupayakannya sejauh pemikirannya tentunya.
Kasusnya akan berbeda ketika orang tua tanya :
Kerja dimana?
anaknya siapa dia?
keluarganya gimana?
PNS? atau kerja di Perusahaan mana?
gajinya berapa?
Kaya?
Anak saya mau dihidupin pake apa?
banyak
dari beberapa teman mengalami hal seperti ini, kemudian memilih mundur
karena merasa jatuh dan tak pantas ketika segala sesuatunya hanya diukur
dari Materi. Sebaik apapun sifat dan karakternya orangtua yang seperti
diatas tidak akan begitu peduli.
Ironinya bahkan standar ini seperti yang kemudian menurun ke anak-anak dari orang-orang itu, kita
mulai pilih-pilih atas apa yang keliatan saja, yang penting kaya, yang
penting punya resepsi pernikahan yang megah, punya rumah, dan segala
kemewahan lainnya, dan kalkulasi demi kalkulasi.... lalu lupa
hakikat dari tresna itu sendiri, meski memang tidak bisa hidup dengan
cinta, bukankah standar Mapan finansial itu sudah lebih dari cukup?
menurutku seperti ini, bagaimana menurutmu?
di
Kasus lain, Ada juga orang tua yang gk begitu menuntut, sekarang jadi
apa, cuman nuntut presentasi bagus dari 'calon menantunya', kira-kira
setelah nikah sama anak saya, plan-plan apa yang kamu jalanin, buat hidup bareng. Melepaskan anaknya untuk bersama-sama berjuang membangun rumah tangga.
Atau kasus orang tua yang kaku, ketika ketemu jawabnya ada 2 "YA dan TIDAK"
Jika ya ada restu yang mengalir, jika tidak ya jangan harap hubungan kita direstui.
Dan yang paling
miris di tahun yang semakin tua dan "katanya" modern ini, masih ada
perjodohan-perjodohan dimana kita benar-benar terkekang dan tak bisa
bisa memilih siapa yang akan kita nikahi. Yang ngejalanin hidup kita,
yang ngatur jodoh mereka (baca:orangtua)
trus nyanyi DEWA19 Cukup Siti Nurbaya *sedih.
Hal
lainnya adalah faktor keyakinan/agama, banyak kisah asmara bersemi lalu
diujung penantiannya berhenti, karena memang tembok tipis tak berwarna
itu tak bisa menyatukan,
Lalu
faktor lingkungan, lingkungan kita adalah lingkungan yang mengharuskan
menikah di usia 25, entah karena alasan apa, merekapun tidak begitu
perduli akan bagaimana nanti jika tanpa ada persiapan, bagi lingkungan
kita yang penting nikah. Kalau gk nikah bakal dicap perawan tua atau cowo gk laku.
Yah,
selalu seperti itu penonton hanya akan melihat dan mengkomentari
perform sebuah konser, namun bagi pemainnya ada begitu banyak persiapan
menjelang konser, prepare alat,checksound dsb, sekali lagi yang penonton
tau adalah ketika gerbang sudah dibuka dan beberapa jam setelahnya.
Pertunjukan usai mereka pergi, yang bagus akan membekas, yang jelek
tentu akan jadi bahan cercaan.
bukankah pernikahan mirip sebuah konser? secara konteks menurutku begitu
Diluar
dari semua teman yang memilih menikah, ada juga teman-teman yang
menjadi Bhiksu, Suster, Romo/ Frather Katolik memilih mengabdikan
hidupnya untuk perpanjangan tangan Tuhan di bidang pelayananya
masing-masing.
Marriage/Not Marriage its your choice but fullfillness of life its must be yours,
TEMAN
Di
tahap ini akan semakin terasa, setelah bangku sekolah/kuliah berlalu
kita hanya akan mendapati beberapa teman disekeliling kita, dalam setiap
lingkaran yang kita pernah masuk didalamnya.
Dan
semakin lama akan semakin sedikit, pertemuan-pertemuan yang semakin
jarang, obrolan-obrolan yang semakin kaku, bahkan seringkali saya kadang
merasa minder dengan status pekerjaan saya, ketika mereka berbicara
tentang banyak hal di dunia luar sana dengan predikat yang telah dicapai
seneng juga punya temen yang expert namun ketika ditabrakkan pada
kenyataan diri saya disitu kadang merasa minder. but its okay.
Namun
segera setelah itu, mulai tidak begitu berpikir tentang itu, teman ya
teman, mau mereka jadi apa asal mereka masih menerimaku, dan mau untuk
terus berpogres ke arah yang lebih baik lagi bagiku itu seorang teman.
Lebih mendekat lagi menjadi seorang sahabat. yang semakin kesini akan
semakin sulit dicari.
Lalu setelah
mereka mendapat pekerjaan diluar daerah, akan semakin jarang ketemu, dan
kemudian satu persatu mereka melepas masa lajang, Semakin menjauh lalu
tinggal kita sendiri menikmati kesendirian, dan membaur di lingkarang
baru kemudian menambah teman dan sahabat baru.
Beberapa tahun
kemudian bertemu lagi, ada yang masih murni cuman menjaga silaturahmi
dari makna sebuah pertemanan, namun ada yang sudah berkepentingan,
berbicara masalah bisnis, atau masalah dukungan politik (jika mereka
ingin menduduki jabatan prestisius tertentu).
Dilingkaran lain pun seperti itu, dan semakin banyak manusia yang datang dan pergi mengisi hari-hari saya yang semakin tua. Singleness itu
kuncinya sendiri atau bareng-bareng jangan kesepian, nikmati aja hidup,
cari sisi positifnya, tetap kritis dan terus berkembang.
ORANG TUA
Lalu,
Tanpa disadari orang tua kitapun semakin tua, dan kitapun berkewajiban
untuk menjaganya ada yang memilih tidak bekerja jauh-jauh dari orang
tua, karena memang kewajiban menjaga orang tua menjadi prioritas utama
daripada sekedar berkarir jauh dari rumah.
Menjaga
mereka adalah sebuah pengabdian, pilihan, tentu juga sebagai ucapan
terima kasih karena sudah dibesarkan, mencoba memberikan apa yang mereka
inginkan, nggawe seneng atine wong tua, selagi mereka masih ada.
ya
memang seharusnya begitu, karena akan ada saatnya kita tak melihat
senyumnya lagi disore-sore yang lelah setelah kita pulang bekerja.
Saya kasih tau, saya ditinggal ibuk saya di kelas 6 SD, sampai sekarang
ketika inget belum bisa ngasih apa-apa kedia itu rasanya sakit. Jaga
orangtuamu, milikilah sejauh yang kau dapat miliki,
Tentunya
akan banyak petuah, nasihat atau beberapa beda pendapat, kadang
beberapa orang tua masih memaksakan kehendaknya untuk sesuatu yang tidak
relevant di jaman sekarang namun proses dari sebuah percakapan itu
setiap dari kita memiliki makna tersendiri,semua meninggalkan kesan yang
di hari kedepan kita yang akan mengenangnya, baik ataupun buruk. Atau
kita yang meninggalkan kenangan buat mereka, karena kita duluan 'pulang'
Whos know? kematian adalah takdir Tuhan. Hiduplah hari ini
sebaik-baiknya.
FUTURE DAY AND GOD
"kalau boleh minjam kacamata-Nya Tuhan" Semua
orang pasti ingin mengetahui apa yang akan terjadi dimasa depannya.
Menjadi apa yang Tuhan bisikkan setelah Dia tiupkan nafas-NYA.
Potensi-potensi yang ada didalam diri kita. dan banyak hal dimasa depan
yang tidak terjawab... namun dalam setiap langkah, kita tau bahwa Tuhan
turut bekerja dalam segala hal, dalam semua hal yang kita lakukan, baik
atau buruk, segalanya akan menciptakan konstelasi yang rumit, dan
berujung pada tiap jejak langkah yang ada di masa depan.
Berfikirlah,
dan kembangkan diri sejauh-jauhnya, tapi jangan lupa sertakan nama Tuhan
apapun kamu menyebutNya, pasrahkan segalanya lewat doamu, serahin
hal-hal yang kamu tidak bisa atasi dan biarkan Dia menyelesaikannya,
dengan caraNya,
Supaya kadang kita harus takjub dan terpukau
dengan kebesaran kuasa-Nya, dan memuji Halleluya! atau Praise God bagi
temen2 kristiani, atau Allahu Akbar! bagi yang muslim, teman yang
berkeyakinan lain pun juga punya istilah lain tentunya.
LEVEL UP!
Sadar atau tidak sadar, look back for 4 until 6 years ago, and we'll saw, we are in progress.. kita
semakin berkembang setiap harinya, dalam setiap masalah dan problem
yang datang, dalam segala kepahitan, dalam semua gelak tawa kebahagiaan
kita kemudian menjadi manusia baru setiap harinya, Kita terkadang
meninggalkan kesan, baik, buruk dimata orang lain, dan kesan tersebut
akan semakin banyak berbanding lurus dengan apa yang kita berikan untuk
orang lain, semuanya relatif dari tiap subjeknya, apa yang kita invest dalam
bentuk sikap dan perbuatan, kita hanya terus berubah, berusaha menjadi
lebih baik ke depannya, naik level setiap harinya, bukan malah menurun..
Lalu segala sesuatunya mulai dibukakan perlahan, semuanya begitu paradoks,
tidak ada kekecewaan yang terlahir tanpa harapan,
kita yang mengetahui kebahagiaan setelah mengerti kesedihan dan kepahitan,
tentu tiap orang bahagia berbeda-beda.
Lalu kita melihat kenyataan-kenyataan dari apa yang selama ini dibutakan,
melihat dunia menjadi lebih luas,
menjelajahi cakrawala baru dimensi pemikira jalma manusia..
terus bergerak,
terus melangkah,
sampai Tuhan berkata "stop!, finish, your time is coming, just coming home son.."
Ini catatan hidupku,
Untukmu teman-temanku yang menginjak seperempat abad.
teguhkan hatimu, kamu tak sendirian menghadapi hidup yang tak selalu mudah.
Bersyukur saja itu lebih baik :)
temanmu
INDRA AGUSTA