Di "Hari Yang Fitri" ini Markesot semakin sibuk menjajakan siomay-nya, dari kampung ke kampung berharap semakin banyak keluarga yang membeli dagangannya. Ya, lebaran bagi markesot adalah hari yang begitu menyenangkan, ia bisa berkeliling dan mendapatkan untung 'lebih banyak' dari hari-hari biasanya. Dan supaya bisa membayar kontrakannya untuk 6-7 bulan ke depan.
Tak ada keluarga, sampai saat ini Markesot hidup sendiri, hidupnya yang dihabiskan untuk merawat ibunya sampai ibunya meninggal. tak begitu banyak pilihan untuk melangkah ke jenjang lebih tinggi, entah pendidikan yang lebih tinggi, pekerjaan yang lebih layak dan finansial yang lebih mapan supaya bisa hidup membaur "Selayaknya masyarakat pada umumnya".
Tak ada foto bareng keluarga, obrolan ringan dengan sanak saudara, sungkem atau silaturahmi, apalagi berharap ada opor atau soto dirumah.
Markesot tetap markesot. Markesot yang menikmati kesendiriannya, jauh dari kata "layak" dimata orang lain, namun didalam tuturnya, menunjukkan bahwa dia punya hati dan karakter yang sangat "layak" untuk standar Tuhan,..
Markesot tetap seperti biasanya, baginya setiap hari adalah idul fitri, setiap hari adalah bersuci, Setiap hari adalah berpuasa entah untuk irit agar kebutuhan hidupnya tercukupi, mungkin juga sebagai tirakat agar hidupnya tetap tenang, tetap kuat.
Hidup yang tak selalu seperti yang orang lain, tak bisa memilih lair di lingkungan dan keluarga mana, ditradisi mana. Yang membuatnya bermakna adalah kebijaksanaan dan kedewasaan sikap dari seseorang itu, bersyukur dan memaknai setiap harinya dengan bahagia.,
lalu Markesotpun berlalu, mengayuh sepeda tuanya, sambil sesekali menawarkan siomaynya.
Selamat Idul Fitri, Sot... Mohon maaf Lair dan Batin.
Untuk kalian yang mempunyai kehidupan berbeda dari kehidupan normal.
selalu ada cerita yang menyenangkan, dibalik semua keputusan revolusioner kalian.
Kleco Wetan, 1 Syawal 1436 H
Indra Agusta
No comments:
Post a Comment