image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Monday, July 6, 2015

QUARTER LIFE CRISIS, Fase Teror di 1/4 abad.

 QUARTER LIFE CRISIS

2015, tahun yang boleh dibilang krusial untuk sebagian teman-teman seumuran saya.
Mereka mulai masuk ke tahap  yang orang bilang "quarter life crisis"salah satu bagian dari kehidupan manusia yang kata orang-orang yang pernah ngalaminnya terasa berat. Kalau anak jaman sekarang mungkin "galau" :D

Seperti sifat CLC. yang relatif buatku sendiri, fase ini datang lebih cepat karena memang saya punya latar belakang kehidupan yang berbeda dengan kebanyakan pemuda di usia saya. Banyak yang saya alami dan tidak dialami oleh pemuda lain, yang orang bilang "kasihan" dan tak mau hidup kayak gitu, saya mengalami dan hidup didalamnya.

IDENTITAS
Krisis pertama tentunya adalah Kejelasan Identitas,
Siapa sih saya? 
Kira-kira bisa jadi apa saya dibeberapa tahun mendatang?
Passion saya apa ?
Hobi saya apa?
Pingin kerja kaya apa?
Cewe yang masuk ke radar saya yang seperti apa?
dan akan banyak pertanyaan-pertanyaan serupa diatas yang pasti akan terus berputar dipikiran. Banyak diantara teman-teman yang sharing ngobrol, masa paling enak itu jaman sekolah, atau jaman kuliah setelah wisuda semuanya mulai berjalan lain. Bagi saya masa paling enak menurut standar mereka, nyaris tidak ada. Mensyukuri semua keterbatasan, mengusahakan apa yang dipunyai, dan mengiklaskan apa yang memang tidak bisa diingini, itu yang selama ini saya lalui.

Satu persatu beberapa dari mereka mulai bertanya siapa dirinya, apa potensi-potensi yang ada didalam dirinya, ada yang sudah menemukan sejak kecil passion-nya apa, lalu ada yang dikembangin, hingga menjadi besar sampai dewasa, dia sudah dibilang proffesional di bidang yang dari kecil dia suka, disupport kemudian digeluti sampai dewasa, tanpa berpikir ini nanti profit atau ndak.

Ada passion yang stuck karena minimnya fasilitas pengembang passion, karena ketidakmampuan ekonomi untuk membeli sarana dan prasarana pemacu passsionya. Orang-orang yang tidak punya banyak pilihan dalam menjalani hidup, jauh dari kata "hidup sesuka gue" karena memang ada banyak tuntutan dari background keluarganya, biasanya masalah finansial, bisa juga karena masalah-masalah lain.

Atau bisa juga tuntutan lebih dari orang tua, pengekangan demi pengekangan yang menghambat bakat lahiriah yang tentunya tiap-tiap orang berbeda beda.  Menjadikan anak harus seperti yang orang tua harapkan, menjadi apa yang orang tua inginkan supaya punya label "pantas" di mata masyarakat. Harus jadi PNS atau Tentara misalnya,


Ada pula yang tau passionnya setelah dewasa, entah karena mencari atau karena ketidak sengajaan.

Ironinya ada yang bahkan sampai lulus jadi Sarjana-pun belum mengetahui siapa dirinya. Terombang ambing oleh trend, tergerus arus "ben pada kaya kancane"  masih menuruti gaya hidup yang mirip anak belasan taun, tanpa tau arti yang jelas tentang apa yang difollow atau diikuti.

Atau ada juga yang menyerah pada nasib, tidak mau berpkir keras untuk mencari solusi, namun memilih untuk menikmati laranya, dan melampiaskanya pada hal-hal tertentu yang kurang bermanfaat untuk dirinya maupun untuk orang lain.

Lahir dari keluarga siapa, memang hak prerogratif Tuhan, tetapi Identitas adalah soal pilihan, yang paling nyaman ya menjadi diri sendiri. Tak harus terlihat wah, seperti yang biasa didengungkan di media, hebat adalah mereka yang punya uang, dan jabatan. Namun lupa menjadi dirinya sendiri.

PEKERJAAN
 Krisis kedua adalah Pekerjaan,
 
Setelah menjadi dewasa memiliki pekerjaan tentunya adalah harapan semua orang, dimasa-masa ini pula kita akan sibuk ngirim CV. Perusahaan ini dan itu, Interview kesana kemari, sesuai dengan disiplin ilmunya, mendaftar sebagai abdi negara, atau menjadi wiraswasta, Menjadi petinggi di sebuah instansi, dokter, tentara,guru, pegawai atau buka warung hik  dipinggirjalan,loper koran, jualan buku, dll  
Berbagai pilihan tentunya dihadapkan, sesuai kemampuan personal masing-masing.

Ada yang idealis bekerja sesuai disiplin ilmunya, ada juga yang asal dapet kerja, atau yang penting dapet duit, ada pula yang kerja di dunia hitam, begitu juga disisi lainnya banyak pula teman-teman yang masih dirumah, entah karena menunggu panggilan wawancara, atau masih ingin menikmati masa-masa indah tanpa beban setelah dapet titel sarjana atau karena memang menikmati menjadi pengangguran dan terus disupplay oleh orang tuanya, masih menyenangkan buat mereka.
Yah, setiap orang berhak menentukan pilihannya.


Bagi saya kegalauan ini juga akan bertambah ketika temen-temen sudah mulai merampungkan kuliah mereka, mimpi saya untuk kuliah bahkan di 25 tahun ini pun belum tercapai. Karena keterbatasan dana yang begitu kompleks memaksaku untuk menunda perkuliahan entah sampai kapan semoga secepatnya bisa kuliah, Ameenn :)

Untuk pekerjaan saya sendiri memulainya jauh-jauh hari sebelum teman-teman saya bekerja mungkin, dimasa-masa remaja yang mereka bilang menyenangkan, saya bahkan sempat ngamen di pasar kota demi membeli LKS atau untuk jajan keesokan harinya. Mungkin titik itu pertama kali saya berfikir untuk tidak pernah menggantungkan biaya fnansial pada orang tua, karena memang sudah sulit, setelah lulus SMA pun akhirnya bekerja mengubur sementara mimpi-mimpi untuk duduk dibangku kuliah, sampai sekarang.. supaya ada beras yang dimasak di dapur keluarga saya.
Dan ada rasa seneng banget kalau bisa beri sesuatu yang dibutuhkan orang tua, atau sang adik.

Bagi mereka yang sudah selesai kuliah, setelah wisuda kebanyakan sudah mulai malu minta duit sama ortu, mulai benar-benar memanage keuangan.

Di point selanjutnya  pekerjaan ini pula yang menjadi salah satu kriteria, karena saya hidup dijaman yang berbeda dengan orang tua saya, dengan kondisi yang berbeda dan tentu tidak asal-asalan dalam memilih seorang pasangan.

Sulaiman pernah bilang di kitab kebijaksanaannya gini :

Janganlah mendirikan rumah tangga sebelum kau menyiapkan ladangmu dan mempunyai mata pencaharian.

MARRIAGE

Setelah pekerjaan, tentu memiliki rumah tangga juga mimpi hampir semua orang.

Krisis Ketiga adalah Hubungan serius, Pacar, Jodoh dan Pernikahan.

Kapan nikah?

Eh, dapet istri/suami orang mana?
Anakmu sekarang berapa? cowo /cewe?

Tentunya sering banget kan temen-temen denger pertanyaan kayak gini, bagi saya dan kaum hawa lainnya kebanyakan sih lebih cuek, tapi beda ceritanya bagitemen-temen yang cewe, akan menjadi sebuah kegaluan mendalam ketika belum ketemu jodoh, sementara cewe-cewe. Di 25 tahun, atau bahkan ditahun-tahun sebelumnya sudah married

Pertanyaan tersebut serasa seperti pisau, setiap kali datang di kondangan teman la kamu kapan? la kamu kapan? ampe kapan mau macarin anak orang, dilamar dong! dan berbagai pertanyaan sejenis.

Tentunya ada banyak alasan, mengapa seseorang belum menikah.
Bagi para cewe tentunya jelas menunggu lelaki datang melamarnya, memilih lelaki yang terbaik dengan sejuta kriteria yang diharapkan kemudian bersanding dengan dia selamanya.

Bagi cowo tentu harus  menemukan pasangan yang sejalan, dan sepemikiran. Tentu bukan hal yang mudah menemukan seseorang yang mau diajak berjalan seiringan di anak tangga,
lalu punya cadangan lebih di rekeningnya untuk memulai menghidupi sebuah keluarga, Sederhana atau mewah, tergantung manusianya.  Pintar-pintar memilih dan jangan gampang dibodohi dengan berbagai pertanyaan psikologis :) trust me it will destroy you next day..



Bagi beberapa teman pasangan menjadi urusan belakangan, setelah studi mereka selesai ada yang lebih 'mencintai karir' terlebih dahulu. Mengembangkan diri seluas-luasnya, sejauh-jauhnya, menjadi expert di bidang tertentu, terus menaikkan level dan tak pernah puas berhenti di sebuah step, bahkan ada temen cewe bilang jodoh pikir nantilah, yang penting ngembangin diri sama nikmatin hidup dulu, nikah ma nanti asal gk kepala 3 gitu aja. Gue masih pingin jadi ini itu ndra, sebelum nggendong anak :)

Faktor lain adalah orang tua, dikalangan keluarga feodal peran orang tua menjadi dominan dalam menentukan standar seperti apa calon menantu-nya, yang mana dari implikasi tersebut akan merembet ke kita sebagai keturunannya, mau tidak mau kita harus menyetujui karena memang restu dari orang tua itu penting, demi kelangsungan sebuah pernikahan. Selain orang tua juga punya ambisi tertentu, semisal Nama baik, relasi bisnis dll

Jika orang tua hanya mematok, ya asal udah sama-sama seneng, ya udah dijalanin aja. Orang tua yang sangat demokratis, dan memberi kebebasan seluas-luasnya masalah jodoh. Karena memang tau betul urusan jodoh itu urusan Tuhan, manusia yang mengupayakannya sejauh pemikirannya tentunya.

Kasusnya akan berbeda ketika orang tua tanya : 
Kerja dimana?
anaknya siapa dia?
keluarganya gimana?
PNS? atau kerja di Perusahaan mana?
gajinya berapa?
Kaya?
Anak saya mau dihidupin pake apa?

banyak dari beberapa teman mengalami hal seperti ini, kemudian memilih mundur karena merasa jatuh dan tak pantas ketika segala sesuatunya hanya diukur dari Materi. Sebaik apapun sifat dan karakternya orangtua yang seperti diatas tidak akan begitu peduli.

Ironinya bahkan standar ini seperti yang kemudian menurun ke anak-anak dari orang-orang itu, kita mulai pilih-pilih atas apa yang keliatan saja, yang penting kaya, yang penting punya resepsi pernikahan yang megah, punya rumah, dan segala kemewahan lainnya, dan kalkulasi demi kalkulasi.... lalu lupa hakikat dari tresna itu sendiri, meski memang tidak bisa hidup dengan cinta, bukankah standar Mapan finansial itu sudah lebih dari cukup?
menurutku seperti ini, bagaimana menurutmu?

di Kasus lain, Ada juga orang tua yang gk begitu menuntut, sekarang jadi apa, cuman nuntut presentasi bagus dari 'calon menantunya', kira-kira setelah nikah sama anak saya, plan-plan  apa yang kamu jalanin, buat hidup bareng. Melepaskan anaknya untuk bersama-sama berjuang membangun rumah tangga.


Atau kasus orang tua yang kaku, ketika ketemu jawabnya ada 2 "YA dan TIDAK" 
Jika ya ada restu yang mengalir, jika tidak ya jangan harap hubungan kita direstui.

Dan yang paling miris di tahun yang semakin tua dan "katanya" modern ini, masih ada perjodohan-perjodohan dimana kita benar-benar terkekang dan tak bisa bisa memilih siapa yang akan kita nikahi. Yang ngejalanin hidup kita, yang ngatur jodoh mereka (baca:orangtua)

trus nyanyi DEWA19 Cukup Siti Nurbaya *sedih.

Hal lainnya adalah faktor keyakinan/agama, banyak kisah asmara bersemi lalu diujung penantiannya berhenti, karena memang tembok tipis tak berwarna itu tak bisa menyatukan,

Lalu faktor lingkungan, lingkungan kita adalah lingkungan yang mengharuskan menikah di usia 25, entah karena alasan apa, merekapun tidak begitu perduli akan bagaimana nanti jika tanpa ada persiapan, bagi lingkungan kita yang penting nikah. Kalau gk nikah bakal dicap perawan tua atau cowo gk laku.  

Yah, selalu seperti itu penonton hanya akan melihat dan mengkomentari perform sebuah konser, namun bagi pemainnya ada begitu banyak persiapan menjelang konser, prepare alat,checksound dsb, sekali lagi yang penonton tau adalah ketika gerbang sudah dibuka dan beberapa jam setelahnya. Pertunjukan usai mereka pergi, yang bagus akan membekas, yang jelek tentu akan jadi bahan cercaan.

bukankah pernikahan mirip sebuah konser? secara konteks menurutku begitu

Diluar dari semua teman yang memilih menikah, ada juga teman-teman yang menjadi Bhiksu, Suster, Romo/ Frather Katolik  memilih mengabdikan hidupnya untuk perpanjangan tangan Tuhan di bidang pelayananya masing-masing.

Marriage/Not Marriage its your choice but fullfillness of life its must be yours,

TEMAN
Di tahap ini akan semakin terasa, setelah bangku sekolah/kuliah berlalu kita hanya akan mendapati beberapa teman disekeliling kita, dalam setiap lingkaran yang kita pernah masuk didalamnya. 
Dan semakin lama akan semakin sedikit, pertemuan-pertemuan yang semakin jarang, obrolan-obrolan yang semakin kaku, bahkan seringkali saya kadang merasa minder dengan status pekerjaan saya, ketika mereka berbicara tentang banyak hal di dunia luar sana dengan predikat yang telah dicapai seneng juga punya temen yang expert namun ketika ditabrakkan pada kenyataan diri saya disitu kadang merasa minder. but its okay.
Namun segera setelah itu, mulai tidak begitu berpikir tentang itu, teman ya teman, mau mereka jadi apa asal mereka masih menerimaku, dan mau untuk terus berpogres ke arah yang lebih baik lagi bagiku itu seorang teman. Lebih mendekat lagi menjadi seorang sahabat. yang semakin kesini akan semakin sulit dicari.
Lalu setelah mereka mendapat pekerjaan diluar daerah, akan semakin jarang ketemu, dan kemudian satu persatu mereka melepas masa lajang, Semakin menjauh lalu tinggal kita sendiri menikmati kesendirian, dan membaur di lingkarang baru kemudian menambah teman dan sahabat baru.

Beberapa tahun kemudian bertemu lagi, ada yang masih murni cuman menjaga silaturahmi dari makna sebuah pertemanan, namun ada yang sudah berkepentingan, berbicara masalah bisnis, atau masalah dukungan politik (jika mereka ingin menduduki jabatan prestisius tertentu).


Dilingkaran lain pun seperti itu, dan semakin banyak manusia yang datang dan pergi mengisi hari-hari saya yang semakin tua. Singleness itu kuncinya sendiri atau bareng-bareng jangan kesepian, nikmati aja hidup, cari sisi positifnya, tetap kritis dan terus berkembang.

ORANG TUA
Lalu, Tanpa disadari orang tua kitapun semakin tua, dan kitapun berkewajiban untuk menjaganya ada yang memilih tidak bekerja jauh-jauh dari orang tua, karena memang kewajiban menjaga orang tua menjadi prioritas utama daripada sekedar berkarir jauh dari rumah. 

Menjaga mereka adalah sebuah pengabdian, pilihan, tentu juga sebagai ucapan terima kasih karena sudah dibesarkan, mencoba memberikan apa yang mereka inginkan, nggawe seneng atine wong tua, selagi mereka masih ada.

ya memang seharusnya begitu, karena akan ada saatnya kita tak melihat senyumnya lagi disore-sore yang lelah setelah kita pulang bekerja.

Saya kasih tau, saya ditinggal ibuk saya di kelas 6 SD, sampai sekarang ketika inget belum bisa ngasih apa-apa kedia itu rasanya sakit. Jaga orangtuamu, milikilah sejauh yang kau dapat miliki,


Tentunya akan banyak petuah, nasihat atau beberapa beda pendapat, kadang beberapa orang tua masih memaksakan kehendaknya untuk sesuatu yang tidak relevant di jaman sekarang namun proses dari sebuah percakapan itu setiap dari kita memiliki makna tersendiri,semua meninggalkan kesan yang di hari kedepan kita yang akan mengenangnya, baik ataupun buruk. Atau kita yang meninggalkan kenangan buat mereka, karena kita duluan 'pulang' Whos know? kematian adalah takdir Tuhan. Hiduplah hari ini sebaik-baiknya.

FUTURE DAY AND GOD

"kalau boleh minjam kacamata-Nya Tuhan" Semua orang pasti ingin mengetahui apa yang akan terjadi dimasa depannya. Menjadi apa yang Tuhan bisikkan setelah Dia tiupkan nafas-NYA. Potensi-potensi yang ada didalam diri kita. dan banyak hal dimasa depan yang tidak terjawab... namun dalam setiap langkah, kita tau bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala hal, dalam semua hal yang kita lakukan, baik atau buruk, segalanya akan menciptakan konstelasi yang rumit, dan berujung pada tiap jejak langkah yang ada di masa depan.

Berfikirlah, dan kembangkan diri sejauh-jauhnya, tapi jangan lupa sertakan nama Tuhan apapun kamu menyebutNya, pasrahkan segalanya lewat doamu, serahin hal-hal yang kamu tidak bisa atasi dan biarkan Dia menyelesaikannya, dengan caraNya,

Supaya kadang kita harus takjub dan terpukau dengan kebesaran kuasa-Nya, dan memuji Halleluya! atau Praise God bagi temen2 kristiani, atau Allahu Akbar! bagi yang muslim, teman yang berkeyakinan lain pun juga punya istilah lain tentunya.


LEVEL UP!
Sadar atau tidak sadar, look back for 4 until 6 years ago, and we'll saw, we are in progress.. kita semakin berkembang setiap harinya, dalam setiap masalah dan problem yang datang, dalam segala kepahitan, dalam semua gelak tawa kebahagiaan kita kemudian menjadi manusia baru setiap harinya, Kita terkadang meninggalkan kesan, baik, buruk dimata orang lain, dan kesan tersebut akan semakin banyak berbanding lurus dengan apa yang kita berikan untuk orang lain, semuanya relatif dari tiap subjeknya, apa yang kita invest dalam bentuk sikap dan perbuatan, kita hanya terus berubah, berusaha menjadi lebih baik ke depannya, naik level setiap harinya, bukan malah menurun..


Lalu segala sesuatunya mulai dibukakan perlahan, semuanya begitu paradoks, 

tidak ada kekecewaan yang terlahir tanpa harapan, 
kita yang mengetahui kebahagiaan setelah mengerti kesedihan dan kepahitan, 
tentu tiap orang bahagia berbeda-beda.
Lalu kita melihat kenyataan-kenyataan dari apa yang selama ini dibutakan, 
melihat dunia menjadi lebih luas,

menjelajahi cakrawala baru dimensi pemikira jalma manusia..
terus bergerak, 
terus melangkah,

sampai Tuhan berkata "stop!, finish, your time is coming, just coming home son.."

Ini catatan hidupku,
Untukmu teman-temanku yang menginjak seperempat abad.
teguhkan hatimu, kamu tak sendirian menghadapi hidup yang tak selalu mudah.
Bersyukur saja itu lebih baik :)


temanmu
INDRA AGUSTA

No comments:

Post a Comment