image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Sunday, June 22, 2014

Merbabu, dipijakan ke delapan, 21-22 Juni 2014

Savana Merbabu
"tegak berdiri menatap langit, menapaki alur-alur setapak , berkelana menjadi petarung dan petualang kecil kehidupan, menapaki jalan jalan terjal di atap-atap bumi, menapaki jalan bersama, sampai ...entah kapan...."

merbabu, salah satu atap bumi Jawa ini kembali mengantarkanku akan kerinduan terhadap Tuhan...lewat ciptaanya, dan pula sebagai sujud syukur... karena manusia cuman mahkluk kecil dihadapan-Nya, 

kembali ke hutan, ke gunung bukan karena sebagai ajang kesombongan, menaikkan jam terbang, ambisi sampai puncak seperti anak muda jaman sekarang,

Namun hanya sebagai ladang pengembaraan diri, menyepi, instropeksi diri, untuk melangkah di titik-titik kehidupan yang menanti didepan...

waktu bergulir, proses selalu membuahkan pisau yang lebih tajam, atau mungkin buah yang lebih matang?

ketika kekalutan semakin memuncak, dan seperti kehilangan pijakan... mungkin gunung dapat memberi sebuah perenungan tersendiri,  atau mungkin bintang-bintang di langit akan terus senantiasa memberi harapan walau kabut dingin datang semakin pekat...

tapi aku tau, badai pasti berlalu... masalahnya cuman kuat atau enggaknya kita berdiri di tengah badai... dan "bintang" itu masih ada, didalam diri kita masing2...sebagai penghibur, sebagai sandaran, sebagai penguat dikala hati gelisah.....

Ya, dia akan setia menemani dikala gelap,sampai matahari esok menyingsing berganti dia tetap ada meski sinarnya tak seberapa... namun didalam hati bintang itu terus bersinar cerah...





.... ini merbabu yang sama, tanah yang sama, puncak yang sama dan matahari yang sama..
kita cuman bagian kecil dari konspirasi semesta.... dimana Tuhan berkuasa dan bertahta diatasnya...

di tengah peluh yang deras mengalir, ditengah dingin yang mendekap.., kucumbu kembali kau merbabu, dan ini yang ke delapan...sejak delapan tahun yang lalu...ketika tanah belum dipijak seramai ini,..

namun malam-malam gelap di lindungan kabut, di savana itu.. sementara headset mengalun pelan nada nada dari Sigur  Ros...aku kembali menemukan ketenangan itu, ketenangan Tuhan yang  meneduhkan...

dan aku semakin merindumu...ransel kotak...mari berjalan bersamaku lagi, menemani langkah2 hidupku kelak...

dan setiap gunung mempunyai makna tersendiri, berbeda disetiap perjalanan....meskipun di gunung yang sama...

mendung berganti datang, langit pekat berganti fajar yang terang benderang...seakan memberi harapan baru, harapan untuk tetap tabah menghadapi badai hidup...
dan inilah sujud yang tak terkira padaMu Sang Pencipta, Khalik Langit Bumi..




"tetap menjadi tua, tetap menjadi jingga...meski lelah kau mencoba"
Merbabu. 22 Juni 2014
-petualang kecil-


Wednesday, June 18, 2014

Hujan Bulan Juni

Lalu pagi menjelma menjadi titik titik embun...
yang menyejukkan....

diantara ilalang, aku dan kau berjalan menembus jalan berliku...
jalanan pagi ini sepi, lengang.....

pasir pun berbisik, aku telah lelap oleh malam.... dan takkan tergantikan,  malam2 ketika aku bisa bergurau, berjalan menikmati indahnya taman mimpi, seperti takut malam enggan berlalu, berganti siang yang terus mencekam...

guyuran hujan semakin terasa....tanganku kaku, lidahkupun beku..
aku tak tau, tapi aku merindu....

langit semakin gelap, tapi  aku tau esok matahari harus cerah,
aku tak boleh rebah, karena nanti malam aku akan menjumpaimu di bunga2 tidur...
di kala sang senja pulang ke peraduannya,di malam yang dingin dan meneduhkan....
di situ akan kutitipkan rinduku di kedua bola matamu...

agar disetiap kedipannya... kaupun merasakan beratnya rinduku, lalu kita berjalan lagi di taman mimpi, dan akupun tak mau segera berlalu...


ini Hujan di bulan Juni, ..
dikala syair-syair  kang Sapadi Djoko Damono melantun indah terus berputar lagi di tingkap-tingkap langit ingatanku...

Sementara kita saling berbisik
Untuk lebih lama tinggal..
Pada debu, cinta yang tinggal berupa
Bunga kertas dan lintasan angka-angla

Ketika kita saling berbisik

Di luar semakin sengit malam hari
Memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa unggun api

Sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi...

with love.
Indra Agusta