image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Wednesday, February 22, 2012

hlhp ,7534


setelah pertarungan licik antara anak saudagar kaya dan anak buyut, mahisa murti memberi sepatah kata agar anak-anak muda dipadukuhan itu tidak terus terkungkung oleh kekuasaan saudagar kaya itu.


“Anak-anak muda,” berkata Mahisa Pukat: “jika demikian, 
maka adalah saatnya kalian berbuat sesuatu. Anak-anak muda 
adalah citra masa depan Kabuyutan. Jika kalian mulai 
sekarang sudah dibay angi dengan uang, maka kelak, siapa pun 
yang akan memegang jabatan di Kabuyutan ini, akan selalu 
dibayangi oleh kekuasaan uang itu pula. Karena itu, kalianlah 
yang harus merubah keadaan. Kalian wajib menentukan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kehendak kalian. Jika 
kalian bersikap tegas dalam persatuan yang kokoh, maka 
kalian tentu akan berhasil.” 


-hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan, 7534, SH.Mintardja-

Monday, February 20, 2012

wejangan mahisa murti


dibawah ini adalah wejangan Mahisa Murti setelah pertempuran hebat terjadi antara penjahat yang sudah sembuh kemudian membangun padukuhan di dekat padepokan Bajra Seta, dengan teman-temannya yang sama sama dulu penjahat waktu menyerang padepokan Bajra seta beberapa waktu yang lalu.


Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan, Jilid 92
Halaman 7398(PDF) , Singgih Hadi Mintardja_


Dengan panjang lebar Mahisa Murti dan Mahisa Pukat 
menjelaskan,
bahwa perang bukanlah sekedar membunuh dan 
hilangnya rasa perikemanusiaan.
Meski pun hal seperti itu sulit untuk dihindari. 
Orang-orang padukuhan itu termangu-mangu sejenak. 
Tetapi mereka memang harus mengakui, bahwa mereka masih 
belum dapat mengekang diri mereka sehingga dalam 
pertempuran y ang baru saja terjadi, mereka masih juga 
diwarnai dengan sifat-sifat mereka sebelumnya. 
“Sudahlah,” berkata Mahisa Murti kemudian, “apa  ang 
terjadi adalah satu peringatan bagi kalian. Adalah kebetulan bahwa lawan kalian adalah orang-orang y ang kasar dan bahkan buas, sehingga kalian telah terpancing untuk 
melakukannya. Tetapi untuk selanjutnya kalian harus menempatkan diri kalian sebagaimana sikap seseorang yang  berakal budi.” 
Pemimpin padukuhan itu memang sempat minta maaf 
kepada Mahisa Murti dan Mahisa Pukat. 
Dengan nada rendah ia berkata: “Kami ternyata masih juga dibayangi oleh sifat-sifat 
kami dari hidup kami yang terdahulu.” 
“ Ingatlah,” berkata Mahisa Murti kemudian, “kalian yang 
dahulu, maksudku hidup kalian y ang lama, telah mati. Telah 
dikuburkan.
Kalian harus berada dalam satu dunia yang baru, 
karena kalian adalah orang baru yang dilahirkan kembali dengan sifat-sifat yang harus baru sama sekali.” 


---------------------------------------------------


Namun setiap kali Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berkata: 
“Perang berbeda dengan pembantaian. Meski pun tujuan akhir dari perang memang kemenangan, 
tetapi nilai kemenangan itu jangan dikotori oleh 
tindakan-tindakan yang dapat 
menyinggung kesadaran kemanusiaan yang paling dalam.” 

Thursday, February 16, 2012

Nagasasra dan Sabuk inten




"apa yang kuutarakan dalam buku kecil ini sama sekali tak berarti,
meskipun aku bermaksud mengatakan sesuatu,
tentang jiwa kepahlawanan...
kecintaan kepada rakyat dan tanah air..
kesetiaan pada kebenaran,
serta hukuman pada setiap kemungkaran..


lebih daripada itu,


aku ingin mengutarakan,
betapa tanah air ini memiliki pula
bahan bahan yang dapat disusun 
untuk sebuah cerita seperti ini"


(pembuka Nagasasra Sabukinten, Singgih Hadi Mintardja,1967)


sebenarnya kata-katanya biasa saja, tapi jika sudah membaca kisahnya, didalamnya serta menghayati setiap peran, setiap permasalahan dan berbagai macam pemecahannya.. akan melatih panggraita kita untuk empan papan, mematangkan diri dan waskita..

Tuesday, February 14, 2012

mahisa bungalan dan mahendra


pembicaraan antara mahisa bungalan dengan ayahnya Mahendra, mengenai masa depan adik-adiknya mahisa pukat dan mahisa murti..
-hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan, 7329, S.H. Mintardja-


“Menurut pendapatku ayah,” jawab Mahisa Bungalan, 
“Mahisa Murti dan Mahisa Pukat akan dapat memberikan arti 
yang lebih besar dan hidup mereka jika mereka berada di 
tempat y ang lebih ramai dari tempat ini. Tempat yang lebih 
banyak dihuni orang. Hubungan yang lebih luas serta persoalan-persoalan yang lebih, yang menyangkut segi-segi kehidupan yang lebih berharga bagi sesama.” 
“Jangan salah menafsirkan sikap kedua adikmu Mahisa 
Bungalan. Kedua adikmu disini pun dapat memberikan arti 
dari hidupnya, bahkan lebih besar dari di tempat-tempat yang 
ramai. Di t empat-tempat y ang ramai itu telah banyak orang-
orang y ang dapat memberikan isi dari putaran kehidupan. 
Tetapi disini tidak. Jarang sekali orang-orang y ang dapat 
mendorong untuk meningkatkan tataran kehidupan dari 
orang-orang padukuhan. Jika tidak ada orang-orang yang rela 
menyerahkan pengabdian seperti kedua orang adikmu, maka 
tataran kehidupan di padukuhan-padukuhan itu tidak akan 
berubah, atau katakan, perubahan itu akan datang sangat 
lambat.” 

Sunday, February 12, 2012

mahisa murti

merenung,
berjalan pergi menyusuri punggungan bukit,...

menempa diri ditepian sungai hingga fajar menyingsing,
membangunkan kekuatan wadag, tenaga cadangan...
sampai ke ilmu puncak.. 
menghempaskan tebing-tebing itu hancur berserakan..
akhir – akhir ini terlalu banyak konflik dipadukuhan yang dilalui mahisa murti
pangraita berbicara banyak namun disimpan didalam hati saja..
persoalan emas dan jabatan memang sering membutakan mata orang yang menginginkannya
mengapa tidak bisa hidup bersyukur saja, seperti anak-anak Mahendra itu
berjalan , tapa ngrame, namun akan banyak hal yang didapat..
sekalipun sesekali mereka dianggap bersalah walau sebenarnya tidak bersalah..


Thursday, February 9, 2012

panawijen

‎"hidup memang harus dijalani apa adanya, namun terkadang berbagai kemungkinan datang dengan mendadak dan memaksa untuk bersikap, tegas dan keras walau dengan lemah lembut, tak ada yang pernah tau dan mengerti, hanya ada perubahan sikap saja dari luar yang keliatan "
-konflik sebuah keluarga di padukuhan Panawijen, disebuah malam-



hey apa kabar suara hati?
sudah lama tidak terdengar lagi... :)

Tuesday, February 7, 2012

wejangan Mahendra

Wejangan Mahendra kepada anaknya Mahisa Pukat dan Mahisa Murti setelah selesai pengembaraan, disambut dengan hangat oleh sang ayah,


namun sayang guru-guru mereka sudah mendahului pulang..
pewaris ilmu Bajra Geni  - Wintarta, dan ilmu Gundala Sasra - Mahisa Agni..


"Ilmu adalah ibarat ujung tombak yang sangat tajam. 
Tergantung kepada tangan yang memegangnya,
untuk apa ujung yang sangat tajam itu dipergunakan. 
Di tangan yang baik ujung tombak yang tajam itu akan dapat menjadi 
pelindung yang menjaga keseimbangan dan kejernihan 
kehidupan dan menimbulkan ketenteraman. 
Tetapi di tangan yang hitam, ujung tombak itu akan dapat mengguncang 
ketenangan dan kedamaian"

Hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan,
S.H. Mintardja,7252