image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Sunday, November 13, 2011

tentang orang tua

"orang tua terbaik adalah orang tua yang mendidik anak-anaknya bukan sekedar untuk meraih nilai dan prestasi tinggi disekolahnya, tetapi juga mental dan penanaman prinsip yang kelak akan dibawanya sampai dewasa, juga tentang perencanaan masa depan anak-anaknya, tak selalu dimanja, kadang protektif, kadang bijak kadang juga keras menempa anak-anaknya"
-dari refleksi atas beberapa kisah SH.Mintardja-
 beberapa kurun waktu ini, lulusan demi lulusan siswa putih abu-abu mulai mengalir sering melihat beberapa anak muda yang dulu jaman SMA nya pendiam ketika SMA menjadi sosok yang idealis, menjadi sosok  yang menggebu - gebu dalam melakukan perubahan, kritik sana, kritik sini, melawan pemerintah, mendemo supaya 'penguasa' turun, mencap penguasa gagal, memang itu bagus, tapi lebih bagus lagi kalo ada solusi yang tepat,. jangan cuman cuap-cuap saja.. berikan solusi itu buat pemerintah.. kalo memang anda bisa buktikan dengan cara anda, tapi dengan syarat apakah solusi anda lebih baik dari beberapa kebijakan yang sudah diberlakukan hari ini?
ada sisi lain lagi, ketika sesorang jaman SMA tidak pernah melakukan hal yang aneh2 ketika memasuki bangku kuliah menjadi seorang agamis yang sangat radikal, tuding sana tuding sini, anggap agamanya yang paling bagus dari agama lain, dll dan ini terjadi di semua agama abrahamik.. ada apa ini? bukan agamanya yang salah tapi pemahaman dan penafsirannya yang kurang pas..
lain ladang lain belalang beberapa orang yang sangat idealis di SMA, aktif dalam berbagai kegiatan ketika memasuki bangku kuliah menjadi seperti anak kecil, masih pingin dimanja, terbuai oleh bujuk rayu pacarnya entah lelaki atau perempuan sama saja banyak kejadian seperti ini..  menjadi pribadi yang sangat lemah...bahkan menjadi fanatik terhadap pacarannya setiap hari bareng, makan bareng, mungkin sampai tidur juga bareng...
ada apa dengan semua ini?
siapa yang salah mendidik?
mungkin orang tuanya, mungkin juga lingkungannya
dari kisah yang saya baca, danbeberapa kisah memang menceritakan tentang orang tua dalam mendidik anak-anaknya, meskipun dalam konteks yang sangat ringan.. seperti bangun tidur pagi-pagi dan pergi ke pakiwan untuk mencuci muka dan tidur ketika hampir menjelang malam.. penempaan penempaan lewat tata olah gerak dari sederhana berlari-lari sampai ke tataran tinggi seperti menghancurkan tebing.. (dan ini yang saya anggap pengetahuan real/nyata di jaman sekarang, ilmu bangku sekolah)  tetapi jangan lupa,
disisi lain mereka diajari kidung, diajari sopan santun kepada orang tua, diajari tata krama dan menyelesaikan masalah.. kadang orang tua menjadi sangat tegas, sangat mengekang ini dan itu tapi juga membebaskan dalam berbuat sesuatu.. semua tertuju pada semua kebaikan..
hingga akhirnya mereka kuat dalam ilmu kanuragan (eksak) dan juga kajiwan (budi pekerti dan pendalaman spiritual)...
setelah semuanya itu  tercapai maka mereka akan menjadi orang-orang tangguh di dunia persilatan... 
Tulisan ini hanya sebatas pandangan subjektif bila ada orang yang tidak suka silahkan berargumen sendiri tentang hal ini,saya cuman ingin berbagi apa yang ada didalam pikiran saya..semoga bermanfaat
-iin-

Thursday, November 10, 2011

pedang yang tumpul part II

ketika sepi para pengelana
redi pun kembali sunyi
pedang tajam tak terasah
berbalut luka dalam jiwa

dunia persilatanpun kembali gempar oleh beberapa kabar desas desus, adanya gempa bumi dan hujan meteor,,
didalam padepokan beberapa cantrik ingin membuat pedang baru...
menempa dirinya, membajakan diri, melatih diri, mencermati pedang yang tumpul terkikis...
pedang baru siap diuji namun gunung semakin menghimpit..
emas dan rajabrana telah menguasai dunia persilatan...
dingin dan sejuk tentramnya padepokan kini sudah dikuasai politik keraton,
beberapa cantrik sudah tidak lagi mengabdi seperti sedia kala...
ada yang mengalah,
namun ada yang malah ikut jadi penjilat, mencari titik aman 
dan segelintir  cantrik yang mengasah pedang tadi pun akhirnya...
berjalan menyepi ke sisi pegunungan, mencari ketenangan dengan cara mereka..
bersemedi meminta limpahan kuasa-Nya berharap pedang itu kelak akan benar - benar tajam kembali... seperti sedia kala, seperti saat awal pedang itu dibuat...
berharap padepokan kembali tentram, berlaku jujur, dan berjiwa mulia,,,
sementara padepokan itu masih 'kelihatannya' berjalan seperti biasanya..
namun didalamnya 'sipat kandel' nya sudah hilang..semakin rapuh, semakin tumpul..
wus muspro kang pinuju...


gunung bergelanyut lembah menghijau
Lawu meneteskan kabut di lembah suram..
titik-titik air tercurah dari langit..
membasahi hutan yang kini kian kering..
mega-mega tersibak ditepi senja...
 padepokan hijau kini gersang..
dimana cangkulmu....
dimana wangkilmu..
dimana tatahmu..
dimana capingmu..
dan dimana ketajaman sipat kandhelmu...
bergolek sepi, tertutup uap,,
gunung sunyi..bengawanpun meluap...
mengikis sendi-sendi masa lalu...
aku, pedang yang tumpul..
siapa yang mau mengasahku kelak?
atau aku akan tergeletak di tanah basah,?
rapuh, tumpul dan sirna pelan - pelan..
akankah aku akan tajam tak bertepi?,,,
o mungkin cuman mimpi..
aku menunggu akan ada meteor turun untuk menggantikan sipat kandhelku,,
menjadi seperti sediakala, atau bahkan berganti yang baru...

sementara itu beberapa orang cantrik padepokan melanjutkan pengembaraanya,
menempuh jalan masing-masing untuk menempa kehidupan..
mencari pituduh, piwulang, mencari wahyu, menjadi satriya pinandita sinisihan wahyu..,,
dengan menggunakan kain surjan warna cokelat, bercaping dan sedikit pengalaman..
untuk selapis mentari esok yang mungkin cerah....





Monday, November 7, 2011

Sebuah kisah tentang Pedang (original Agustaisme)

kisah ini murni pikiran saya, sebuah refleksi tentang apa yang saya alami, kehidupan disekitar saya
orang - orang disekitar saya dan aku tujukan untuk semua orang yang masih bernafas
untuk para pengabdi, untak para petarung kehidupan..

Kisah Sebuah Pedang
di sebuah padepokan di tanah Jawa ini, didalam padepokan Jati Aking
ada sebuah pedang yang kondhang kawentar -wntar, Pedang yang digdaya tanpa tandhing 
pedang itu terbuat dari wesi pande, bahannya sangat - sangat bagus..
pembuatnya pun seorang mpu yang mumpuni lahir dan batin, dan cantrik - cantrik awal dipadepokan itupun
menep lair dan batin
Sang Mpu bertapa di gunung Lawu, beberapa tahun untuk menuntaskan pembuatan pedang tersebut
mencari hakikat seperti apa dan untuk apa pedang itu dibuat...
dan pedang pun akhirnya jadi ditempa berkali kali oleh Mpu itu...
dan terakhir dibasuh dengan darahnya sendiri sampai kematiannya.. hidupnya diabdikan untuk pedang itu...

selang beberapa tonggak mangsa, pedang itu masih disimpan di bilik sang Mpu yang juga merupakan sesepuh padepokan itu..
sampai akhirnya ditentukan pemimpin padepokan itu selanjutnya...
dan pedang itu akhirnya kemudian diserahkan kepada pemimpin yang baru..
sebagai ucapan syukur atas karunianya
sebagai sipat kandel terhadap karakter seseorang
sebagai patokan akan arah padepokan tersebut
sebagai peringatan untuk para cantrik - cantrik yang akan membelok daripada paugeran yang berlaku

berkali - kali pedang tersebut memenangkan pertempuran, peperangan, dan tandhing
untuk kebaikan bagi sesama untuk keselarasan dengan alam semesta
membunuh para perampok,
menegur para penjahat,
membunuh  para tokoh agama yang sesat
dan sebagai salah satu piandel untuk pengingat tujuan dan makna hidup

bertahun - tahun, berganti dasawarsa , berpuluh - puluh tahun
ganti generasi , dan sayang..

pedang itu sekarang jarang diasah, mulai tumpul dan rapuh..
karat disana sini pedang itupun semakin kusam...
satu persatu tangkainya yang terbuat dari kayu 'liwung' terkikis oleh usia tanpa ada yang menggantinya
dan pedang itu kini tinggal namanya yang besar di dunia persilatan...
dan sebenarnya bagi para cantrik itu sendiri pedang itu sudah tidak tajam lagi..

Friday, November 4, 2011

Jadilah saja dirimu sendiri - abah iwan

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit, 

jadilah saja belukar tetapi belukar terbaik yang tumbuh di tepi danau. 

Kalau engkau masih tak sanggup menjadi belukar, 

jadilah saja rumput tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan.

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya,

jadilah saja jalan setapak tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air

"Tidak semua orang akan menjadi kapten, tentu harus ada awak kapalnya

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu sendiri sebaik-baiknya dari nilai dirimu sendiri"

-Iwan Abdulrachman, 8 Desember 2010-

wejangan Kiai Patah untuk yang mempunyai ilmu tinggi

“landasan kejiwaan itulah yang memang harus disusun kuat-kuat lebih
dahulu didalam diri manusia yang akan membina kekuatan
itu. 
Karena pada dasarnya adalah manusia itulah yang akan
mempergunakan kekuatan menurut niatnya.”

Hijaunya lembah hijaunya lereng pegununga
n, 5265, S.H. Mintardja
-Kiai patah kepada Mahisa Pukat dan Murti setelah konflik di sebuah padukuhan yang memusnahkan keluarga kiai Patah-

refleksi

“kau dapatmengetahui arti hijaunya lembah dan hijaunya lereng
pegunungan. Jika yang hijau itu kemudian menjadi gundul,maka kegersangan itu akan mempunyai akibat yang sangat luas.
dipetik dari "Hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan,halaman 682"
karya : S.H.Mintardja

romantisme di sela magrib

Tapi, hidup tak selamanya matahari terbit untuk kita. Ada malam, saat bintang akan ditunggu-tunggu. Tak ada matahari, bintang pun jadi.
Mentari kelak kan tenggelam,
gelap kan datang ... dingin mencekamm...
harapanku bintang kan terang, memberi sinar dalam hatiku..
kuingat,
dimalam itu kau beri daku senyum kedamaian
mungkin kah akan tinggal kenangan?
jawabnya tertiup di angin lalu....
-abah iwan-

Romantisme magrib di sela hujan, -petualang kecil-