Sunday, November 13, 2011
Thursday, November 10, 2011
pedang yang tumpul part II
ketika sepi para pengelana
redi pun kembali sunyi
pedang tajam tak terasah
berbalut luka dalam jiwa
dunia persilatanpun kembali gempar oleh beberapa kabar desas desus, adanya gempa bumi dan hujan meteor,,
didalam padepokan beberapa cantrik ingin membuat pedang baru...
menempa dirinya, membajakan diri, melatih diri, mencermati pedang yang tumpul terkikis...
pedang baru siap diuji namun gunung semakin menghimpit..
emas dan rajabrana telah menguasai dunia persilatan...
dingin dan sejuk tentramnya padepokan kini sudah dikuasai politik keraton,
beberapa cantrik sudah tidak lagi mengabdi seperti sedia kala...
ada yang mengalah,
namun ada yang malah ikut jadi penjilat, mencari titik aman
dan segelintir cantrik yang mengasah pedang tadi pun akhirnya...
berjalan menyepi ke sisi pegunungan, mencari ketenangan dengan cara mereka..
bersemedi meminta limpahan kuasa-Nya berharap pedang itu kelak akan benar - benar tajam kembali... seperti sedia kala, seperti saat awal pedang itu dibuat...
berharap padepokan kembali tentram, berlaku jujur, dan berjiwa mulia,,,
sementara padepokan itu masih 'kelihatannya' berjalan seperti biasanya..
namun didalamnya 'sipat kandel' nya sudah hilang..semakin rapuh, semakin tumpul..
wus muspro kang pinuju...
gunung bergelanyut lembah menghijau
Lawu meneteskan kabut di lembah suram..
titik-titik air tercurah dari langit..
membasahi hutan yang kini kian kering..
mega-mega tersibak ditepi senja...
padepokan hijau kini gersang..
dimana cangkulmu....
dimana wangkilmu..
dimana tatahmu..
dimana capingmu..
dan dimana ketajaman sipat kandhelmu...
bergolek sepi, tertutup uap,,
gunung sunyi..bengawanpun meluap...
mengikis sendi-sendi masa lalu...
aku, pedang yang tumpul..
siapa yang mau mengasahku kelak?
atau aku akan tergeletak di tanah basah,?
rapuh, tumpul dan sirna pelan - pelan..
akankah aku akan tajam tak bertepi?,,,
o mungkin cuman mimpi..
aku menunggu akan ada meteor turun untuk menggantikan sipat kandhelku,,
menjadi seperti sediakala, atau bahkan berganti yang baru...
sementara itu beberapa orang cantrik padepokan melanjutkan pengembaraanya,
menempuh jalan masing-masing untuk menempa kehidupan..
mencari pituduh, piwulang, mencari wahyu, menjadi satriya pinandita sinisihan wahyu..,,
dengan menggunakan kain surjan warna cokelat, bercaping dan sedikit pengalaman..
untuk selapis mentari esok yang mungkin cerah....
redi pun kembali sunyi
pedang tajam tak terasah
berbalut luka dalam jiwa
dunia persilatanpun kembali gempar oleh beberapa kabar desas desus, adanya gempa bumi dan hujan meteor,,
didalam padepokan beberapa cantrik ingin membuat pedang baru...
menempa dirinya, membajakan diri, melatih diri, mencermati pedang yang tumpul terkikis...
pedang baru siap diuji namun gunung semakin menghimpit..
emas dan rajabrana telah menguasai dunia persilatan...
dingin dan sejuk tentramnya padepokan kini sudah dikuasai politik keraton,
beberapa cantrik sudah tidak lagi mengabdi seperti sedia kala...
ada yang mengalah,
namun ada yang malah ikut jadi penjilat, mencari titik aman
dan segelintir cantrik yang mengasah pedang tadi pun akhirnya...
berjalan menyepi ke sisi pegunungan, mencari ketenangan dengan cara mereka..
bersemedi meminta limpahan kuasa-Nya berharap pedang itu kelak akan benar - benar tajam kembali... seperti sedia kala, seperti saat awal pedang itu dibuat...
berharap padepokan kembali tentram, berlaku jujur, dan berjiwa mulia,,,
sementara padepokan itu masih 'kelihatannya' berjalan seperti biasanya..
namun didalamnya 'sipat kandel' nya sudah hilang..semakin rapuh, semakin tumpul..
wus muspro kang pinuju...
gunung bergelanyut lembah menghijau
Lawu meneteskan kabut di lembah suram..
titik-titik air tercurah dari langit..
membasahi hutan yang kini kian kering..
mega-mega tersibak ditepi senja...
padepokan hijau kini gersang..
dimana cangkulmu....
dimana wangkilmu..
dimana tatahmu..
dimana capingmu..
dan dimana ketajaman sipat kandhelmu...
bergolek sepi, tertutup uap,,
gunung sunyi..bengawanpun meluap...
mengikis sendi-sendi masa lalu...
aku, pedang yang tumpul..
siapa yang mau mengasahku kelak?
atau aku akan tergeletak di tanah basah,?
rapuh, tumpul dan sirna pelan - pelan..
akankah aku akan tajam tak bertepi?,,,
o mungkin cuman mimpi..
aku menunggu akan ada meteor turun untuk menggantikan sipat kandhelku,,
menjadi seperti sediakala, atau bahkan berganti yang baru...
sementara itu beberapa orang cantrik padepokan melanjutkan pengembaraanya,
menempuh jalan masing-masing untuk menempa kehidupan..
mencari pituduh, piwulang, mencari wahyu, menjadi satriya pinandita sinisihan wahyu..,,
dengan menggunakan kain surjan warna cokelat, bercaping dan sedikit pengalaman..
untuk selapis mentari esok yang mungkin cerah....
Monday, November 7, 2011
Sebuah kisah tentang Pedang (original Agustaisme)
kisah ini murni pikiran saya, sebuah refleksi tentang apa yang saya alami, kehidupan disekitar saya
orang - orang disekitar saya dan aku tujukan untuk semua orang yang masih bernafas
untuk para pengabdi, untak para petarung kehidupan..
Kisah Sebuah Pedang
di sebuah padepokan di tanah Jawa ini, didalam padepokan Jati Aking
ada sebuah pedang yang kondhang kawentar -wntar, Pedang yang digdaya tanpa tandhing
pedang itu terbuat dari wesi pande, bahannya sangat - sangat bagus..
pembuatnya pun seorang mpu yang mumpuni lahir dan batin, dan cantrik - cantrik awal dipadepokan itupun
menep lair dan batin
Sang Mpu bertapa di gunung Lawu, beberapa tahun untuk menuntaskan pembuatan pedang tersebut
mencari hakikat seperti apa dan untuk apa pedang itu dibuat...
dan pedang pun akhirnya jadi ditempa berkali kali oleh Mpu itu...
dan terakhir dibasuh dengan darahnya sendiri sampai kematiannya.. hidupnya diabdikan untuk pedang itu...
selang beberapa tonggak mangsa, pedang itu masih disimpan di bilik sang Mpu yang juga merupakan sesepuh padepokan itu..
sampai akhirnya ditentukan pemimpin padepokan itu selanjutnya...
dan pedang itu akhirnya kemudian diserahkan kepada pemimpin yang baru..
sebagai ucapan syukur atas karunianya
sebagai sipat kandel terhadap karakter seseorang
sebagai patokan akan arah padepokan tersebut
sebagai peringatan untuk para cantrik - cantrik yang akan membelok daripada paugeran yang berlaku
berkali - kali pedang tersebut memenangkan pertempuran, peperangan, dan tandhing
untuk kebaikan bagi sesama untuk keselarasan dengan alam semesta
membunuh para perampok,
menegur para penjahat,
membunuh para tokoh agama yang sesat
dan sebagai salah satu piandel untuk pengingat tujuan dan makna hidup
bertahun - tahun, berganti dasawarsa , berpuluh - puluh tahun
ganti generasi , dan sayang..
pedang itu sekarang jarang diasah, mulai tumpul dan rapuh..
karat disana sini pedang itupun semakin kusam...
satu persatu tangkainya yang terbuat dari kayu 'liwung' terkikis oleh usia tanpa ada yang menggantinya
dan pedang itu kini tinggal namanya yang besar di dunia persilatan...
dan sebenarnya bagi para cantrik itu sendiri pedang itu sudah tidak tajam lagi..
Friday, November 4, 2011
Jadilah saja dirimu sendiri - abah iwan
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit,
jadilah saja belukar tetapi belukar terbaik yang tumbuh di tepi danau.
Kalau engkau masih tak sanggup menjadi belukar,
jadilah saja rumput tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan.
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya,
jadilah saja jalan setapak tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air
"Tidak semua orang akan menjadi kapten, tentu harus ada awak kapalnya
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu sendiri sebaik-baiknya dari nilai dirimu sendiri"
-Iwan Abdulrachman, 8 Desember 2010-
wejangan Kiai Patah untuk yang mempunyai ilmu tinggi
“landasan kejiwaan itulah yang memang harus disusun kuat-kuat lebih
dahulu didalam diri manusia yang akan membina kekuatan
itu.
Karena pada dasarnya adalah manusia itulah yang akan
mempergunakan kekuatan menurut niatnya.”
Hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan, 5265, S.H. Mintardja
-Kiai patah kepada Mahisa Pukat dan Murti setelah konflik di sebuah padukuhan yang memusnahkan keluarga kiai Patah-
refleksi
“kau dapatmengetahui arti hijaunya lembah dan hijaunya lereng
pegunungan. Jika yang hijau itu kemudian menjadi gundul,maka kegersangan itu akan mempunyai akibat yang sangat luas.
dipetik dari "Hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan,halaman 682"
karya : S.H.Mintardja
romantisme di sela magrib
Tapi, hidup tak selamanya matahari terbit untuk kita. Ada malam, saat bintang akan ditunggu-tunggu. Tak ada matahari, bintang pun jadi.
Mentari kelak kan tenggelam,
gelap kan datang ... dingin mencekamm...
harapanku bintang kan terang, memberi sinar dalam hatiku..
kuingat,
dimalam itu kau beri daku senyum kedamaian
mungkin kah akan tinggal kenangan?
jawabnya tertiup di angin lalu....
-abah iwan-
Romantisme magrib di sela hujan, -petualang kecil-
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)