image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Monday, November 7, 2011

Sebuah kisah tentang Pedang (original Agustaisme)

kisah ini murni pikiran saya, sebuah refleksi tentang apa yang saya alami, kehidupan disekitar saya
orang - orang disekitar saya dan aku tujukan untuk semua orang yang masih bernafas
untuk para pengabdi, untak para petarung kehidupan..

Kisah Sebuah Pedang
di sebuah padepokan di tanah Jawa ini, didalam padepokan Jati Aking
ada sebuah pedang yang kondhang kawentar -wntar, Pedang yang digdaya tanpa tandhing 
pedang itu terbuat dari wesi pande, bahannya sangat - sangat bagus..
pembuatnya pun seorang mpu yang mumpuni lahir dan batin, dan cantrik - cantrik awal dipadepokan itupun
menep lair dan batin
Sang Mpu bertapa di gunung Lawu, beberapa tahun untuk menuntaskan pembuatan pedang tersebut
mencari hakikat seperti apa dan untuk apa pedang itu dibuat...
dan pedang pun akhirnya jadi ditempa berkali kali oleh Mpu itu...
dan terakhir dibasuh dengan darahnya sendiri sampai kematiannya.. hidupnya diabdikan untuk pedang itu...

selang beberapa tonggak mangsa, pedang itu masih disimpan di bilik sang Mpu yang juga merupakan sesepuh padepokan itu..
sampai akhirnya ditentukan pemimpin padepokan itu selanjutnya...
dan pedang itu akhirnya kemudian diserahkan kepada pemimpin yang baru..
sebagai ucapan syukur atas karunianya
sebagai sipat kandel terhadap karakter seseorang
sebagai patokan akan arah padepokan tersebut
sebagai peringatan untuk para cantrik - cantrik yang akan membelok daripada paugeran yang berlaku

berkali - kali pedang tersebut memenangkan pertempuran, peperangan, dan tandhing
untuk kebaikan bagi sesama untuk keselarasan dengan alam semesta
membunuh para perampok,
menegur para penjahat,
membunuh  para tokoh agama yang sesat
dan sebagai salah satu piandel untuk pengingat tujuan dan makna hidup

bertahun - tahun, berganti dasawarsa , berpuluh - puluh tahun
ganti generasi , dan sayang..

pedang itu sekarang jarang diasah, mulai tumpul dan rapuh..
karat disana sini pedang itupun semakin kusam...
satu persatu tangkainya yang terbuat dari kayu 'liwung' terkikis oleh usia tanpa ada yang menggantinya
dan pedang itu kini tinggal namanya yang besar di dunia persilatan...
dan sebenarnya bagi para cantrik itu sendiri pedang itu sudah tidak tajam lagi..

No comments:

Post a Comment