Saya tidak begitu tahu kenapa hal seperti ini masif, apakah karena tingginya traffic pengguna media sosial? atau karena internet kemudian mempercepat laju informasi sehingga membuat penggunanya semakin mudah memperbandingan dirinya dengan liyan. Ketidakpercayaan diri jadi gejala masif, alter-ego yang muncul semakin banyak anak-anak mengejar jumlah tayang, suka maupun dibagikan oleh orang lain. Praktisnya, popularitas bisa menjadikan mereka terkenal - bahkan kaya.
Alam berpikir seperti ini hidup, perlombaan manusia kemudian sedikit bergeser arah derajatnya. Tidak perlu adu berpikir karena mesin pencari bisa menyiapkan jawaban dalam hitungan detik - sekaligus sebenarnya menjadi senjata ampuh untuk mengkritisi pendapat seseorang, kecerdasan buatan kini merambah dunia teks, manusia diberikan berbagai macam kemudahan untuk memproduksi sebuah konten.
Tugas-tugas sekolah dan kuliah sudah disandarkan pada komputer sejak internet kencang, kini makin menjadi dengan Chat-GPT atau Bard milik Google. Informasi di mesin pencari tak lagi bersandar pada hasil pencarian teratas yang berdasarkan mesin SEO, namun akan diganti alogaritma yang lebih akurat menyesuaikan hasil pencarian menggunakan rekam preferensi pengguna yang dikoleksi pada sebuah akun email.
Ootput luarnya, pembicaraan mereka pada berbagai diskusi kemudian dangkal, cacat logika, sampai benar-benar tidak memiliki kadar ilmu yang cukup selain hanya selevel rerasan di warung kopi atau angkringan. Sedangkan sistem terus memicu manusia untuk menjadi patron, tokoh, terlihat dan lupa ada sistem-sistem lainnya yang berjalan di belakang layar.
Sebaliknya, kepraktisan ini juga memicu kesempitan berpikir, mungkin juga pembodohan sedang terjadi, kemungkinan berikutnya konservatisme muncul. Beberapa pihak dengan secara sadar menggunakan ideologi, tafsir atas sebuah keyakinan hingga menukil nama-nama orang besar untuk brainwashing anak-anak baru. Dalam waktu singkat beberapa orang menjadi gampang marah, tidak mau berkompromi, terbuka pada dialektika dan dengan acuh mendeklarasi dirinya sebagai bagian dari yang asli, yang murni, yang paling benar untuk dianut semua orang.
Forum-forum yang terjadi kemudian alot. Diskusi tidak menciptakan kecenderungan olah pikir manusia tetapi malah berhenti menjadi kotbah-kotbah nan dogmatis. Pertanyaan tidak muncul, manusia pulang hanya membawa perintah lalu dalam waktu cepat narsisme tercipta. Mereka tak ubahnya seperti gurunya yang sama-sama hanya butuh jumlah like dan view tadi - dalam bentuk yang lain.
Dari pinggiran lapangan, kadang kita bisa melihat berbagai arus yang bergeliat, sebelum akhirnya kita berpihak. Melawan mungkin juga bakal dimatikan oleh mereka yang merasa hegemoninya diusik oleh suatu pemikiran kritis.
No comments:
Post a Comment