Jalma memacu jalanan dengan motor matic tua, motor yang dimiliki jalma itupun harus berbagi dengan seisi rumah. Jalma sedang menuju sebuah tempat dimana jalma akhir-akhir ini sering menyepi dan menenangkan diri. Seperti pembaca tahu bahwa manusia terkadang harus mencari kediriannya hanya untuk sekedar tidak larut dalam berbagai kesedihan akan banyaknya masalah. Manusia-manusia yang terus beragam terkadang jalinannya seperti konflik yang tak pernah selesai.
Sesampai ditengah perjalanan, hujan luruh menurunkan butir-butir cinta-Nya ke aspal, tanah dan dedaunan. Seperti kebiasaan manusia goa, akhirnya terpaksa berteduh lupa membawa jas hujan. Berhenti sejenak di teras yang berisi banyak warung diselatan alun-alun kota kecil tempat jalma tinggal. Lalu segalanya mulai menarik untuk diamati...
Jalma ingin menangkap dan memberikannya kepadamu,
Jalma ingin menangkap dan memberikannya kepadamu,
hujan deras disebuah bus dalam sebuah perjalanan. |
Hujan seperti selalu datang membawa keberkahan, mau tidak mau banyak yang merayakannya. Lihat itu bakul siomay yang laris, bakso, mie ayam, sate dan semua yang berkuah atau hangat seperti menjadi paduan lezat dengan cuaca. Beberapa anak kecil mulai berlarian di lantai alun-alun yang sudah tak berumput, seperti masa kecil jalma dulu, namun tak mengurangi kebahagiaan anak-anak itu.
Di warung obrolan-obrolan renyah semakin menambah hangat suasana, suara sendok yang diaduk kedalam segelas esteh, juga kudapan gorengan hangat menambah nuansa semakin riuh. Diluar sana bapak tukang parkir sibuk mengarahkan motor pengunjung, sembari membawa payung dengan sendal jepit dan celana panjang cokelat digulung sebetis lalu tak peduli lagi kemana cipratan air bermuara pada basah.
Semangkuk mie goreng pedas dipesan jalma, hari masih hujan seperti biasanya jalma lebih memilih sendirian dalam menemaninya menangkap suasana, jauh lebih baik, supaya melihat lebih banyak. Pengamen yang biasanya hadir kali ini sepi, mungkin mereka berteduh. Kucing-kucing jalanan yang selalu saja ada menghiasi diseputar warung tampak duduk-duduk syantai, semacam menunggu atau malah sudah menjadi habbit -nya. Sesuap demi sesuap mulut jalma terisi oleh mie goreng yang penuh akan rempah, memang bukan yang terenak tetapi murah.
Hujan menjadi semakin deras, suara obrolan akhirnya kalah dengan detak atap terbuat dari seng. Mata jalma sepintas memandangi atap yang mungkin sama tuanya dengan pengalaman kepulan dapur itu warung. Sementara angin meniup dari sisi utara, sekejap embunnya membelai pundak, belaiannya sama mungkin seperti dibelai tangan-tangan halus kekasih.
Mereda itu hujan, tinggal rintiknya sisanya menyublim ke udara. Kepulan asap dapur terus menderu, sementara pintu kasir mulai ramai keluarga yang berjejal-jejal ingin segera memberi tandha-tresna kepada waktu. Anak-anak glendotan di belakang paha bapaknya, ada semacam rindu khas anak-anak usia seumur itu dibenak jalma, ketika semuanya belum serumit sekarang. Raut-raut mereka yang terpuaskan oleh sajian, rupa-rupa yang bahagia karena kelakar, dan anak-anak yang terburu-buru ingin naik ke motor, ketika orang tua mereka masih sibuk merapikan mantol.
Selalu ada kebahagiaan tersendiri yang tersimpan didalam detail-detail. Setiap detik, setiap waktu yang berlalu, yang mungkin jalma lalui hanya dengan duduk berdiam, namun tidak bisa mencuri betapa hidup terus menawarkan keindahan, keberkahan, juga senyum seperti senja yang akan usai dilalap malam.
Secangkir teh menutup rekaman pita film jalma, yang menjadi memori di alam pikiran jalma, menyimpannya, lalu menuliskannya. Semoga kalian pun berbahagia, dan terus mencarinya dikala penat, sedih dan berputus asa.
Selalu ada kebahagiaan tersendiri yang tersimpan didalam detail-detail. Setiap detik, setiap waktu yang berlalu, yang mungkin jalma lalui hanya dengan duduk berdiam, namun tidak bisa mencuri betapa hidup terus menawarkan keindahan, keberkahan, juga senyum seperti senja yang akan usai dilalap malam.
Secangkir teh menutup rekaman pita film jalma, yang menjadi memori di alam pikiran jalma, menyimpannya, lalu menuliskannya. Semoga kalian pun berbahagia, dan terus mencarinya dikala penat, sedih dan berputus asa.
Bukankah segala akan menguap seperti kepulan asap dapur?
Kenapa tak menikmati segala waktu.
Dan Kekasih, menyapaku dari dalam batin, dari apa yang dibuat-Nya, dari manusia yang berlalu lalang, dari setiap rintik, dan disitu engkau bersemayam.
Alun-alun kota Sukowati, 29 Januari 2020
Indra Agusta
No comments:
Post a Comment