image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Thursday, September 28, 2017

Bertemu Sang Guru

Bertemu Sang Guru
oleh : Indra Agusta

Suatu pagi, dalam suasana yang sangat tenang. Matahari belum menjelang, namun tetesan embun di langit-langit belum mau usai.

Tetiba dalam nuansa yang syahdu, ingin sekali sang jalma mengutarakan seluruh isi hatinya kepada Sang Guru, seorang pemegang kunci akhir jaman itu.

Lalu tiba-tiba sang jalma membawa dirinya pada sebuah sastra,duduk berhadap-hadapan dengan Sang Guru, bercengkrama tentang semua hal, apa yang terjadi diBumi setelah Sang Guru naik ke surga. Demikianlah cengkrama bercerita....

Guru, jaman sudah banyak berubah setelah kau tinggalkan welas asih semakin tidak terpancar dari umatmu, atau yang mengaku umatmu. Banyak dari  mereka lebih memikirkan dirinya sendiri, memikirkan keluarganya, ambisi pribadinya daripada mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri, seperti yang Kau biasa ceritakan pada kami.

Guru, ketamakan demi ketamakan membius lalu menajiskan jubah-jubah keimaman yang mereka kenakan. Tidak jarang aku melihat mereka yang berdiri diatas mimbar hanya dekat dengan umat emas, menafikan kaum papa, membiarkan kemiskinan terjadi dimana-mana asal bukan mereka dan keluarga mereka.

Guru, mereka meneriakkan namamu, mencatut perkataan-perkataanmu namun hidup mereka, segala tingkah mereka jauh dari apa yang perbuat, Peperangan, Penjarahan, Perampasan semuanya dilakukan bertameng demi menegakkan namamu.

Dimana welas asih, cinta, empati,simpati dan rasa kemanusiaan mereka?
butakah mereka?
tulikah mereka?
bisukah mereka?
Atau merekalah orang bebal?

Lalu kau tersenyum kepadaku, Ndra...
demikian nadamu selalu menenangkan, barangkali kamu lupa bahwa ;

Tidak semua orang yang memanggilku, meneriakkan namaku, berkotbah bahkan berdoa demi namaku akan masuk kedalam Kerajaan Surga,

Hanya mereka yang melakukan kehendak, yang melakukan apa yang berkenan dihadapan Dia yang mengutus aku. yang akan memasukinya.

lalu Kau menghilang, sekejap dari pandangan batinku, dan aku berhadapan kembali dengan Arcapada.

Sukowati, 29 September 2017

Tuesday, September 12, 2017

Ateisme Substansial

Ateisme Substansial
oleh : Indra Agusta

Membaca dan Menerka Jaman, nampaknya adalah inti dari proses pengembaraan sang Jalma bagaimana kehidupan mengalir di setiap hilirnya.

Berbagai macam perubahan jaman telah menggiring masyarakat benar-benar lepas dari apa sejatinya dirinya sangkan-parannya, Rentetan arus jaman yang mengalir sejak Kekaisaran Romawi, Renaissance, Revolusi Prancis dan Industri hingga berakhir pada kolonialisme, semakin membawa manusia pada arus kepalsuan dirinya.

Arus yang membawa kita khintir lebih dalam lagi diriak-riak kemunafikan, kebohongan, talbis, ketamakan,  materialisme dan konsumerisme.

Seperti jerat kuku-kuku Batara Kala kita ini dikekang, dibuai dengan berbagai kenyataan yang arusnya sistemnya hanya bermuara pada Batara Kala itu lagi, dalam semua sendi. Dan dalam arus deras inilah  manusia nusantara semakin kehilangan dirinya, semakin  dikuasai alam pemikiran dan sudut pandangnya. Mind Control.

Manusia semakin terjerat untuk mamaterialkan dirinya, puncak puncak pencapaiannya bukan lagi ketenangan, kedamaian hidup, tapi adalah ambisi pribadinya, inipun akan berujung pada rentetan panjang peristiwa diatas.

Arus berikutnya adalah atheisme, kita mulai menghilangkan Tuhan dengan memberikan ruang untuk dimana dia berkehendak, ditembungi, dielokne, sebagai wujud sujud kita atas kebebasan pilihan yg kita jalani di dunia, bukan hanya cenderung kalo sudah terjadi baru mendukung/menyalahkan Tuhan.

Agamapun kemudian menjadi rutinitas belaka, berbagai ketaatan kita kepada Tuhan akhirnya bukan pada keikhlasannya, tapi lebih pada penekanan akan hasil, itupun hasilnya hanya material-material belaka. Dalam bahasa Guru saya, Tuhan hanya dijadikan pelengkap penderita.

Ateisme ini menyebar ke ilmu pengetahuan, keruang2 kenegaraan, ruang-ruang pekerjaan, dan mulai masuk ke pintu-pintu rumah Sang Jalma.

Hingga ketika sang Jalma pulang dari pengembaraan Spiritualnya, pintu rumah takkan bertanya :

Mana saripati hidup yg kamu dapatkan? Cahaya Tuhan mana lagi yang kamu temukan pendarnya?

tetapi,
Sudah menghasilkan uang berapa kamu? bisa dapat kekuasaan seperti apa?
atau serendah, mana calon istri yang anaknya orang kaya?

Tangerang, 13 September 2017