image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Friday, May 24, 2013

Pengabdian tertinggi

Rabu, 22 Mei 2013

pagi-pagi ketika kampung masih terlelap dibalut adzan subuh
setengah sadar terdengar sayup-sayup pemberitahuan di masjid
bahwa seorang saudara, lik Suwarno biasa kupanggil lik suwar, pulang menghadap panggilan Tuhan...

tersentak, kaget, terpaku sejenak........
ya pemomong dan teman masa kecil itu kini telah pergi.

pukul setengah tujuh pagi,
kukayuh sepedaku menuju rumah duka, beberapa saudara sudah berkumpul tadi malam..
dan sebuah peti terpajang di ruang utama rumah itu, rumah dari kakak simbahku dari ibu, mbah Surip namanya...

sudah lama barangkali aku tidak mampir kerumahnya, lebaran kemarin mungkin terakhir kesana..

didalam peti, kulihat lik suwar tersenyum dengan wajah pucatnya...
sekilas terlintas berbagai kenangan masa-masa kecil..
saat bermain "delikan" di sekeliling rumahnya, asik menikmati jambu di samping rumah itu..

Disambut seorang lelaki yang sudah agak tua, kakak dari ibuku bercengkrama sebentar, kemudian dua orang anak mbah Surip yang lain duduk menghampiriku, yang satu seorang pensiunan Marinir, yang satu seorang evangelis di Malang.

dikamar belakang beberapa orang tua, persaudaraan yang hangatpun kembali terasa..
kata-kata manis terucap.."ealah le tik wus gedhe men, kulitanmu tik persis mbok mu le" ya ingatan orang-orang tua itupun kembali ke sosok yang 10 tahun ini sudah pergi lebih dahulu menghadap Tuhan. ibuku.

beberapa kata restu terlontar ke mukaku..."dadi wong sing sukses ya le, mugo tansah pinaringan kanugrahan ya le, kaparingan umur sing dowo, lan urip sing kepenak" dll...

sampai orang terakhir yang aku salami, adalah ibu dari lik suwar. Mbah Surip.
wanita yang sudah berusia lanjut, pandangannya pun mulai kabur...
"kowe sopo o le"
"kula kembar mbah, anak e sri, putune mbah sodikromo loso"
"ealah, mripate mbahe wus ra patio cetho kok le.."
"kerja ning ndi kowe saiki"
"teng warnet mbah, teng sragen"
"yo syukur, isa mulih terus..."

diam sejenak, di sorot matanya yang dalam, sedikit berkaca-kaca

"lik mu, wes dhisiki lungo og le..
yo nyat pancen semono jangkane, wus wayahi bali mring Gusti

aku hanya mengangguk, pelan....
"yo wes rapopo, le lik mu kui lungo mergo wes tutug dharmane...
diwenehi lara karo Gusti kui nyat ben isa nunggu aku ning ngomah,
dharmane likmu yo kon nunggu aku iki le..."

dilanjutkan beberapa percakapan lainnya...
percakapan yang singkat namun berkesan,
dimana seorang ibu menerima dengan ikhlas kepergian anaknya, dan mengganggap itu sebagai  dharma hidupnya...

Lik, suwar menderita anemia dari sejak kecil, karena penyakit itu tubuhnya kurus kadang pucat, namun dia tetap tersenyum sampai akhir hayatnya...
ketika anak-anaknya yang lain sudah mulai berumah tangga, menduduki jabatan tertentu,
dia pun terus menekuni dharmanya..
dengan sakitnya itu dia, bisa menunggu ibunya dirumah, tanpa memulai rumah tangga
karena dia iklas menjalani hidupnya dan realistis untuk tidak melangkah ke jenjang lebih tinggi... 

beberapa karya sulamannya masih menghiasi dinding rumah itu, 
dengan beberapa isak tangis...lik suwar pulang, ke rahim bumi...

beberapa jam sebelum dia pergi, dia masih berkata...
"aku meh mari, aku mari....."

iya lik sekarang kamu udah sembuh total,  dan sudah tidak merasakan sakitmu lagi...
selamat jalan lik, matur nuwun mpun dimomong pas jaman cilik....

Pengabdianmu adalah pengabdian tertinggi manusia, tanpa tendensi apapun sementara saudaramu sudah sukses dan mapan di kota lain.. namun pengabdianmu jauh lebih memberi kesan tersendiri. Memang pada akhirnya kesuksesan seseorang memang tidak mampu diukur sebatas materi ataupun jabatan status sosial, tetapi justru hakikat dari hidup seseorang itulah yang akan menentukan kesuksesan mutlak.

menjalani sakit sebagai passion, panggilan dan alur hidup untuk menjaga ibumu dirumah supaya tidak terlelap dalam sepi... terus setia sampai tugasmu selesai.

REST IN PEACE.






No comments:

Post a Comment