image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Monday, October 3, 2011

Nagasasra Sabuk Inten, 110


 Nagasasra sabuk inten jilid 110, S.h.Mintardja
”Bintang pagi masih bersinar di tenggara,” tegur Mahesa Jenar dalam nada yang rendah. Rara Wilis tersenyum.

Tetapi matahari telah meninggalkan peraduannya. Mahesa Jenar menengadahkan wajahnya, memandang matahari pagi yang masih kemerah-merahan. 
Sambil tersenyum pula ia berkata,  
”Ia akan datang pada saat ia harus datang.”

”Dan ia akan pergi pada saat ia harus pergi,” sahut Wilis.




”Peredaran jinantra alam yang tak terkendalikan oleh kekuatan apapun, selain oleh Maha Penciptanya,” kata Mahesa Jenar.

”Karena itu, milikilah yang harus kau miliki,” potong Wilis.

”Matahari...?” tanya Mahesa Jenar sambil tersenyum. ”Ya,” jawab Wilis ”Matahariku adalah mataharimu,” kata Mahesa Jenar pula. Keduanya tersenyum. Hanya mereka berdualah yang dapat merasakan betapa indahnya senyum mereka masing-masing. Seindah bintang pagi di tenggara, seindah matahari pagi di puncak bukit.


by Indra Agusta on Senèn, January 24, 2011 jam 12:34am

No comments:

Post a Comment