image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Friday, July 7, 2023

Setelah Argentina Kalah

Tidak mudah untuk merekonstruksi peristiwa bersejarah, apalagi ingatan manusia sesungguhnya terbatas. 'Sementara itu, semakin kita menua sumber-sumber data primer yang mungkin bisa kita wawancarai telah banyak yang berpulang. Betapa mudahnya data-data itu pudar seiring waktu berjalan, raga menua ditambah ancaman kepikunan ketika si tua waktunya 'manekung', 

Telah tigapuluh tiga kali aku memperingati delapan Juli, setiap tahunnya tentu punya pengalaman masing-masing. Dengan rutin aku selalu menulis catatan untuk diriku sendiri sejak usia empat belas tahun, sayang akun Multiply (semacam blogger) tidak bisa mempertahankan eksistensinya di tengah disrupsi digital. Tulisan terakhir di tujuh belas tahun masih bisa dibaca di akun Facebook.  Arsip digital tak pernah punya umur panjang. 

Dalam delapan tahun terakhir setiap lebaran aku mulai mengumpulkan ingatan-ingatan tentang kelahiranku sendiri (tentunya juga Rendra). Sowan kepada sedulur-sedulur jauh yang sudah berusia lanjut, keluarga eyang untuk mendapatkan informasi tentang peristiwa delapan juli itu.

Apakah benar aku lahir di tanggal segitu?

Tempo hari dalam sebuah selentingan aku papasan dengan seorang kawan, beliau berbicara menyoal kapan sebenarnya tradisi ulang tahun itu mulai dibiasakan di tanah jajahan? apakah raja-raja Mataram juga merayakannya? sementara selama ini Jawa selalu memperingati kematian sebagai sebuah poin penting. 

Hal ini tentu berbeda secara psikologis, merayakan kematian seperti membincang sukses tidaknya seseorang dilihat dari prosesi pemakamannya, banyak yang datang atau tidak, sempat diprosesikan atau tidak, atau mungkin karena turbulensi  politik jaman melumatnya sedemikian rupa. Tetapi raja-raja Jawa kuna selalu dirumat abunya, bahkan, adapula candi-candi khusus untuk menyimpan abu para penguasa. 

Pernyataan menggelitik tentu saja perihal dipaksanya penduduk Hindia Belanda untuk memperingati hari ulang tahun "Sang Ratu Belanda". Wilhemnia. Setelah aku kroscek ke beberapa koran Belanda memang benar, di tanah jajahan perihal ulang tahun penguasa ini menjadi penting. 

Apakah peringatan ini yang kemudian merangsek menjadi sebuah kebudayaan masyarakat hingga saat ini?. Masa kecilku sekitar 1990-2000 di kota Sragen anak-anak kecil mulai merayakan ulang tahun dengan kue dan lilin. Prosesi ini berlangsung terutama untuk orang-orang Tionghoa dan mereka yang Kristen. Kadang perayaan ulang tahun digelar ketika Sekolah Minggu. Di kampung anak-anak belum banyak yang berulang-tahun dengan konsep demikian, mereka masih melestarikan tradisi 'selapanan' dan bulan Jawa dimana mereka lahir. Jika keluarganya cukup berada setiap tiga puluh lima sehari si bocah akan di-'bancak'-i, jika tidak ya setahun sekali di tiap bulan kelahiran dan wetonnya. 

Tradisi  bancaan ini makin meluntur setelah tahun 2000 di desaku, karena ada beberapa kalangan yang menolak selametan ala Jawa dengan dalih agama, atau malah ngikut ke tradisi tiup lilin. Yang terakhir ini makin menggejala, tak hanya bocah para orangtua juga merayakan ulang tahun diri, pernikahan sampai berbagai perayaan lainnya. Yang terbaru tentu saja wisuda TK. 

Rentetan panjang peringatan ulang tahun itu juga menyadarkan diri secara pribadi memang lumat karena tradisi keluarga. Tanpa kita mengerti, sekaligus tentu tak mungkin menolak. Manut. 

Kebosanan merayakan kelahiran itu kemudian memicu pencarian lain perihal peristiwa yang terjadi di sekitar delapan Juli. Selain merekam, pencarian ini juga sebagai sarana bertemu dengan banyak saudara. Beberapa data terkumpul, samar namun semakin tertata rekonstruksi peristiwa kelahiran itu makin jelas. 

Soal kejadian lahir, tempat, dan tanggal sudah jelas. Ada satu yang belum ketemu, tepatnya jam berapa aku lahir?. Akte kelahiran juga tidak merekam itu, sementara tahun itu tidak semua orang juga menggunakan jam tangan sebagai benda penting untuk menandai kelahiran. Sampai, pada suatu lebaran eyang putri saya berkelakar cukup panjang tentang Agus, bapak saya. Kegilaannya terhadap olahraga voli, silat, takraw, hingga sepakbola membuatnya lupa realitas. 

Cerita eyang ini menurutku menarik karena jarang keluar. Pada dini hari delapan Juli, mereka yang ada di ruang tunggu klinik bersalin bu Is semuanya termangu menonton TVRI. Malam itu ada siaran langsung final FIFA World Cup di Italia. Di Stadion Olimpico, Roma para penunggu klinik menonton laga Jerman Barat dan Argentina. Maradona tentu bintangnya waktu itu, pertandingan berlangsung pelik, semua orang berteriak karena gol tak pernah tercipta. Baru pada menit ke delapan puluh lima, dari sudut pinalti Jerman Barat mencetak satu gol. Dan angka itu tidak bisa dikejar di  lima menit terakhir oleh Argentina. 

Eyang putri ingat betul nama Maradona, ketika peluit dibunyikan, aku dan Rendra sudah lahir. Kejadian itu diingat eyang karena saking riuhnya ruang tamu klinik, dan eyang harus keluar menarik bapak untuk mengabari jabang bayi sudah lahir. 

Dari situ aku mulai mendapatkan angka pasti konversi waktu kelahiranku. Pertandingan Jerman Barat - Argentina itu dimulai pukul 20:00 UTC, atau pukul 00:41 8 Juli dini hari. Jika aku lahir sebelum gol dicetak di menit ke-85 artinya itu pukul 21:25 UTC atau sekitar 02:06 pagi. Jika benar, rentang jarak antara aku dan Rendra sekitar 15 menit, berarti aku lahir sekitar 01:45 - 02:06. Jam ini menjadi penting bagi kalender Gregorian, karena memastikan memang kelahiranku tanggal delapan seperti akta. 

Kini, tiga puluh tiga tahun ingatan-ingatan itu makin jelas, dan aku seperti makin punya alat rekam yang semakin banyak sekaligus berpacu dengan waktu karena terang ke depan akan makin banyak orang-orang sepuh yang merekam kejadian di masa kecilku meninggal. Dan jika itu terjadi aku kehilangan sumber data primer lagi. 

Setelah Argentina kalah kemudian dimulailah babak hidup kami, semoga terus migunani meski tentu banyak cacatnya juga. Semoga tidak mengecewakan.

Tigapuluh tiga tahun ada masa puncak Yesus jelang penyaliban, artinya di usia itu dia sangat matang secara intelektual, hingga spiritual. Ada hal yang menurutku penting diingat, bahwa untuk menjadi besar memang harus telaten dan sabar dengan proses, saya mungkin sekarang akan tertawa ketika ingat usia 20-an masih berlomba-lomba membuktikan bisa menjadi ini itu, sukses dan lain-lain namun ternyata bahannya tidak cukup. Bensinnya untuk ngrecoki banyak obrolan wong ampuh lain tidak cukup, hingga malah kerap ditertawai. 

Kini, melihat dunia makin jelas. Kembali mempertanyakan kembali hal-hal dasar untuk bikin pondasi yang lebih kuat lagi. Saya rasa sudah bukan waktunya lagi untuk mengidolakan tokoh seperti ketika remaja, melainkan selalu percaya bahwa dibalik umur, apalagi seseorang ampuh disitu pasti ada kebijaksanaan. 

Kebijaksanaan itu yang menurutku penting untuk diambil sebagai cermin, bagaimana melihat dan menikmati hidup secara lebih tenang, dan tak terganggu riak-riak yang tidak perlu. Bahkan, kita juga mulai mengaktualisasi banyak hal yang kita lakukan dan dapat agar bisa diwariskan kepada mereka yang layak. 

Babak baru mungkin akan segera dimulai, mesinnya sudah panas, semoga tidak lesap karena kecepatan.  fiat lux et facta ex lux, at maiora natus sum. Kita hidup untuk menjadi terang, mencerahkan, juga untuk mengupayakan hal-hal yang besar. Semoga itu kejadian bagi diriku, juga untuk dirimu kalian semua yang pernah mencintaiku, dengan sangat tulus memberikan banyak kebaikan yang tak mungkin sempat saya balas. 

Maturnuwun, lur, lur ku semua. 


Kleco Wetan, 08 Juli 2023 00:44

Indra Agusta

No comments:

Post a Comment