LEBARAN SUNYI
(Catatan -1 Lebaran 1440 H )
Geliat arus transportasi membawa kaki
demi kaki pada pijakan, titik demi titik batas kota. Melewati setiap kepulan
asap, juga penjaja kaki lima yang bermunculan dikemacetan jalan yang katanya
anti macet. Tumpah ruah manusia memadati jutaan rumah-rumah dipelosok kampung.
Jalma sengaja berkeliling kadipaten memasuki lorong-lorong desa yang biasanya
sunyi menangkap setiap kedipan mata asing, yang waktu ini terbiasa oleh
wajah-wajah asing, atau wajah-wajah usang yang dulu sempat terbawa arus masa
kecil kini kembali lagi memanggul masa depan sekaligus memendam masa silam.
Tatapan-tatapan hangat tergores jelas
dimata si penunggu rumah, semua orang yang tinggal dikampung yang tak kalah
hebatnya dalam berjuang menunaikan hidup. Dapur rumahku yang biasanya sepi kini
dipaksa untuk riuh akan banyak sajian, sebagai perayaan kebudayaan setahun
sekali memang rumah yang sederhana-pun akan sebisa mungkin mensajikan suguhan
terbaik supaya tamu, handai-taulan, anak dan cucu saudara bisa merasakan
hangatnya tangan-tangan yang meracik bumbu. Belum lagi kudapan dan piring yang
mengalir dari rumah saudara-saudaraku yang turut meramaikan dipan (mirip lemari untuk menyimpan
lauk), karena keluargaku termasuk yang berkeyakinan beda secara administratif
maka aliran tumpah ruah makanan lezat itu menggunung juga dirumah. Benar-benar
pesta besar.
“Arus Pulang” ini seperti tumpukan
rindu, kebahagiaan tentu juga sekaligus kesedihan. Bagaimana pesta besar ini
adalah pesta yang momen utamanya adalah bertatap secara fisik, jasad. Bersalaman,
cium pipi, bahkan berpelukan terkadang dibumbui tangis haru karena ada yang
‘sudah mendahului’. Makam-makam yang dihari-hari biasanya ketika aku
mengunjungi ibuku sangat sunyi kini juga tak kalah riuh oleh mereka yang
datang. Mungkin secara jasad tidak bisa menyentuh mereka yang sudah ‘muksha’
namun secara simbolis dan esensi datang kemakam itu peristiwa yang terus bikin deg-degan. Sebagai lelaki yang sok kuat
kadang juga tak pernah lelah berhenti menangis dikala berat menghadapi hidup.
Bertemu tentu tidak, melegakan hati iya.
Setidaknya itu yang saya selalu rasakan ketika penat menumpuk dan menumpahkan segalanya di makam ibu saya, sembari membayangkan seolah-olah beliau masih duduk-duduk mendengarkan saya.
Setidaknya itu yang saya selalu rasakan ketika penat menumpuk dan menumpahkan segalanya di makam ibu saya, sembari membayangkan seolah-olah beliau masih duduk-duduk mendengarkan saya.
Lalu Jalma terus melewati berbagai
macam pematang beton khas rezim ini, menyusup ke gerumbul perumahan, membasuh
muka dengan debu dan panas terik plus memasuki
masa mbedhiding kalau orang jawa
bilang (transisi dari hujan ke kemarau, dimana perubahan suhu terasa drastis
siang-malam) dari balik lalu lalang. Di pinggiran kadipaten anak-anak berlarian
disela-sela pohon jambu mete yang mulai bersemi kuncup bunganya, namun entah
akan berbuah atau tidak tergantung kepada angin. Geliat permusuhan diredam
bersama angin segar awal bulan.
Lebaran ini selain menawarkan
kerinduan juga menawarkan sepi dan sunyinya. Betapa hingar-bingar tak mampu
menutupi bahwa yang sedang dilakukan hanya perayaan, mungkin sedikit yang
bertapa menelisik makna dibalik titik balik bernama leburan. Bagaimana proporsi
ketiadaan terus menerus direnungi sebagai sebuah jangkah jaman, dan maaf-maaf
itu tak berhenti membuncah diudara.
Berkah-berkah atas semua mahkluk,
atas hirup udara,
atas kesehatan,
atas persaudaraan
atas segala cinta yang menjaga pada keseimbangan,
pada kesejahteraan
juga penjagaan pada ketulusan-ketulusan,
pada tangis dan kepergian,
pada hentakan petasan dan airmata.
Selamat menikmati romantisme lebaran, dalam angan, kenangan juga kenyataan
Selamat melebur, meluberkan, melabur, dan melebar-kan.
Tuhan berkuasa atas segala mahkluk!
cinta dan pembalasannya akan sangat serius.,
Berkah-berkah atas semua mahkluk,
atas hirup udara,
atas kesehatan,
atas persaudaraan
atas segala cinta yang menjaga pada keseimbangan,
pada kesejahteraan
juga penjagaan pada ketulusan-ketulusan,
pada tangis dan kepergian,
pada hentakan petasan dan airmata.
Selamat menikmati romantisme lebaran, dalam angan, kenangan juga kenyataan
Selamat melebur, meluberkan, melabur, dan melebar-kan.
Tuhan berkuasa atas segala mahkluk!
cinta dan pembalasannya akan sangat serius.,
1 Syawal 1440 H
Indra Agusta