beberapa minggu ini hobby membaca saya terhenti sejenak, setelah berbagai aktivitas dan rutinitas datang kiat dan pergi..
berbagai tekanan datang silih berganti dari beberapa sisi...
mencoba menjadi lebih baik untuk kesemuanya saja memang sulit,
yah namanya manusia tidak semua berpikiran sama..
kisah kisah panas di Bukit Menoreh, terus menggema.. kisah pun terhenti di padepokan tambak wedi ,
Wuranta sang anak petani dari Jatianom dipersiapkan kiai gringsing untuk menjadi petugas sandi masuk kesarang Tambak Wedi, jauh hari sebelum penyerangan dimulai..
untuk memberikan informasi, pemikiran, apa saja yang yang diperlukan sebelum menyerang padepokan tambak wedi,
penyeranganpun sukses, pembebasan Sekar Mirah pun hampir saja menemui kegagalan..
Wuranta terluka dan kemudian agung sedayu, swandaru dan kiai gringsing mampu mengimbangi kekuatan tambak wedi, sidanti dan pamannya Argajaya..
Wuranta pun mengalami goncangan yang sangat hebat,
dia hanya duduk termenung dan kemudian pergi merenungi dirinya yang tidak sehebat agung sedayu...
seolah tidak mendapat perhatian khusus dari pihak Pajang, padahal dialah orang pertama yang masuk ke sarang iblis itu..
di sisi prajurit Tambak wedi beberapa saat sebelum penyerangan dia hampir ditarik ketiang gantungan karena tindakannya telah diketahui oleh ki Tambak Wedi,
dan di sisi Prajurit Pajang dan Demang Jati anom pun dia dicaci karena orang jati anom dan pajang menganggap dia berada di pihak musuh...
semakin kelam hidupnya, kehilangan jati dirinya, berjalan gontai tak tau kemana...
namun akhirnya mampu disusul oleh kiai Gringsing yang menebak perasaan Wuranta..
Sunday, June 17, 2012
Thursday, June 7, 2012
“Aku memang bukan prajurit.
Aku tidak ingin menjadi seorang prajurit.
Apakah tidak ada lain bidang kebaktian selain menjadi seorang prajurt? Bukankah aku seorang petani?
yang mempunyai bidang tersendiri dalam mengabdikan diriku,
kepada lingkungan hidupku,
kepada kampung halaman dan kepada Pajang.
Biarlah mereka yang mampu bertempur sebagai seorang prajurit berbuat
dan mengabdi sesuai dengan kemampuan mereka.
Mereka pun pasti tidak akan mampu memberikan pengabdian seperti aku.
Dan biarlah aku berbangga karena itu.”
-Wuranta seorang anak padesan di Jati anom, yang merasa 'kecil'
ketika melihat pertempuran antara agung sedayu, melawan sidanti dan Kiai gringsing melawan Ki tambak wedi"
abdm,1285, Singgih Hadi Mintardja-
aku bernyanyi menjadi saksi..
atas jerit pribadi, jerit kawan, tertawa orang lain,
atas semua rintih pengorbanan..
dan disela-sela beberapa orang yang sibuk memperkaya diri sendiri
kalo cuman duduk diatas kursi dan memerintah saya kira semua orang pasti bisa.
bagaimana dengan lapangan yang berbicara..?
atas jerit pribadi, jerit kawan, tertawa orang lain,
atas semua rintih pengorbanan..
dan disela-sela beberapa orang yang sibuk memperkaya diri sendiri
kalo cuman duduk diatas kursi dan memerintah saya kira semua orang pasti bisa.
bagaimana dengan lapangan yang berbicara..?
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)