image1 image2 image3 image4

MENATA HATI|MENYAMBUT GERHANA PERADABAN|MENJENGUK MALAM DI SEPI REMBULAN|MENUNGGU PAGI|SANG PIJAR DARI UFUK TIMUR

Thursday, January 14, 2021

Eskapis!

Segala rekaman dan ingat adalah japa-mantra kita untuk terus merayakan hidup yang sudah dipertahankan. Anak manusia mengoyak tirai langit seperti selendang tua, kemudian dipindahkannya air kedalam koyakannya.

Laut kembali riuh karena pasang, segala keputusan selalu menjadi paradoks.

"kamu harus terus berhati-hati jangan2 surgamu hari ini adalah neraka bagi orang lain, atau nerakamu hari ini harus dinikmati sebagai ucapan syukur karena bisa menjadi surga bagi sesama"

Segala sesuatu sudah diperiksa, diperhitungkan dengan matang. Apakah menjadi pengecut lari dari kenyataan hidup yang menindih, dan terus mengeringkan hati anak manusia?

Musim puasa belum selesai, diujung senja awan-awan kelabu datang. Kepadanya dititipkan duka dan segala keluh kesah, berharap menjadi sempurna ketika hujan deras menguyur tanah kering.

Diatas senja berayun sebuah harapan, harapan untuk tetap hidup dengan segala dimensi kerumitan, luka, kekecewaan dan amarahnya.

Ditunjukkan sepasang lengan dalam sebuah pertemuan yang kemudian jadi dekat, dan tetap merawat banyak ingat. Sehingga semoga setiap luka bisa luruh,

 "Dan oleh bilur-bilurNya kita jadi sembuh".

Tiada yang berubah mungkin tentang hari ini dan masa lalu, semua adalah sikap-sikap yang dipilih dan diteguhkan dalam beragam resiko serta sadar akan bahaya. Anak manusia tak sempurna, tapi bukankah kebahagiaan juga berhak atas segenap mahkluk?

Pohon Rasamala disebut dalam sebuah naskah, sepasang mata mengintip dari goresan di kertasnya.

Pak tua duduk termenung di pinggir kali Opak, melihat benih-benih tumbuh dan ikan-ikan yang makin lincah menari menyemai hidupnya. Senyumnya terkembang, "ah, manusia hanya butuh kesempatan. Itu saja".

Laut bagiku adalah kepulangan, setahun yang lalu rasanya ingin saja terhempas kemudian abadi bersama ombak, bunga pandanalas di tebing karang belum mekar penuh.

Jala itu dilempar begitu saja, namun manusia tidak menjala ikan. Manusia menjala manusia, dan memberikan kesempatan, menunjukkan arah, jalan, dan tujuan. Yang penting manusia jangan lepas dari ketiga hal itu, nanti akan bernasib sama dengan ombak ini.

Samudera menampung segala badai, melihat keindahan biru dan kapal karam. 

"Pulang! Dasar Eskapis!" Teriak orang-orang yang tak kenal dan tak mau mengerti.

"memang aku punya rumah?"





Bantul, Jumat 15 Januari 2021
07.12
Indra Agusta